Foto: Abdul Karim (kiri) dan Dodi Fernando SH MH (kanan) usai vonis bebas.
KORANRIAU.co,PEKANBARU- Pengadilan Tipikor Pekanbaru menjatuhkan vonis bebas terhadap dua terdakwa korupsi penerbitan sertifikat hak milik (SHM) yang merugikan negara Rp1,7 miliar yakni, Abdul Karim selaku juru ukur Kantor Pertanahan/BPN dan Zaizul, Lurah Pangkalan Kasai Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu).
Vonis majelis hakim yang dipimpin Jonson
Parancis SH MH, pada sidang Senin (22/9/25) malam itu, mendapat apresiasi dari
kuasa hukum terdakwa Abdul Karim. Menurutnya, vonis bebas itu memang pantas
diterima terdakwa.
“Terkait putusan hakim ini, sudah
seharusnya Abdul Karim itu divonis bebas,”kata Dodi Fernando SH MH, usai sidang.
Dodi beralasan, unsur kerugian negara yang
didakwakan pada Pasal 2 dan Pasal 3 juncto pasal 18 ayat (1) huruf b
Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi itu, tidak bisa dibuktikan oleh jaksa penuntut umum (JPU).
“Sedangkan pasca putusan Mahkamah Konstitusi
(MK) kerugian negara pada Pasal 2 dan Pasal 3 itu harus nyata dan pasti. Apabila
tidak nyata dan pasti maka seseorang tidak bisa divonis melakukan tindak pidana
korupsi,”jelasnya.
Memang dalam perkara ini lanjut Dodi,
kerugian negara yang didakwakan sebesar Rp1,7 miliar itu belum terjadi dan
tidak nyata. Sehingga, majelis hakim sudah tepat menjatuhkan vonis bebas
terhadap terdakwa.
“Ke depannya, kami tentu siap menghadapi
upaya hukum yang akan dilakukan jaksa penuntut umum. Harapan kami, agar
terdakwa harus dikeluarkan dari rumah tahanan, sebagaiman perintah majelis
hakim dalam putusannya,”tegas Dodi.
Sebelumnya diwartakan, hakim menjatuhkan
vonis bebas terhadap Abdul karim dan Zaizul. Keduanya dinyatakan, tidak
terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi seperti dakwaan primer dan
subsider jaksa penuntut umum.
Dalam pertimbangannya hakim menyebutkan,
perbuatan terdakwa dalam penerbitan SHM tidak ada merugikan negara. Karena,
tanah milik Pemkab Inhu tersebut masih ada dan hanya terjadi tumpang tindih
kepemilikan 3 SHM.
Oleh
karena adanya tumpang tindih itu, maka harus diselesaikan dalam sengketa
Keperdataan. Bukan merupakan tindak pidana.
Kemudian,
hasil audit kerugian negara oleh Inspektorat Daerah Kabupaten Inhu senilai
Rp1,7 miliar atas penerbitan 3 SHM itu, hanya total loss dan tidak bisa diakui
sebagai kerugian negara.
Selanjutnya,
perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam jabatan maupun kewenangannya, bukan
tindak pidana. Namun hanya merupakan tindakan kesalahan administrasi.
Jaksa
penuntut umum (JPU) Muhammad Fadil Abdil SH sebelumnya menuntut terdakwa
Abdul Karim selama 4 tahun penjara dan Zaizul selama 1 tahun 6 bulan penjara.
Kedua
terdakwa bersalah melanggar Pasal 3 juncto pasal 18 ayat (1)
huruf b Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambahkan dengan Undang – Undang
20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang – Undang nomor 31 tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1
KUHPidana.
Selain
itu, kedua terdakwa juga dihukum membayar denda masing-masing sebesar Rp100
juta. Jika denda tidak dibayar, maka diganti dengan 3 bulan kurungan.
Dakwaan
JPU menyebutkan, perbuatan korupsi yang dilakukan kedua terdakwa terjadi pada
tahun 2015-2016 silam. Berawal ketika Martinis (almarhum) mengajukan pembuatan
SHM tanah miliknya seluas seluas 23.073 M2 yang terletak di
Kelurahan Pangkalan Kasai Kecamatan Siberida.
Atas
permohonan itu, terdakwa Karim selaku Petugas Ukur tidak melakukan pemeriksaan
peta pendaftaran atau peta dasar pendaftaran atau peta lainnya, pada lokasi
yang dimohon secara keseluruhan pada bidang tanah yang dimohonkan.
Terdakwa
mengetahui pada sekitar bidang tanah tersebut terdapat bidang tanah milik
Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri Hulu. Selanjutnya sebelum
melakukan pengukuran Terdakwa tidak ada menetapkan batas-batas bidang tanah
yang dimohonkan Martinis.
Pada
saat Terdakwa melakukan pengukuran tanah tersebut, juga mengetahui bahwa
sempadan yang dihadirkan oleh Martinis berbeda dengan yang tercantum
dalam alas hak yang diajukan sebagai dasar permohonan. Namun demikian, Terdakwa
tetap melakukan pengukuran tanpa memastikan kebenaran lebih lanjut mengenai
legalitas sempadan dan status tanah.
Terdakwa
hanya berdasarkan pengakuan dari pihak sempadan yang ditunjuk oleh pihak
pemohon, tanpa adanya bukti kepemilikan atau dokumen penguasaan atas tanah
sempadan tersebut. Sehingga menghasilkan gambar ukur yang kemudian digunakan
sebagai dasar untuk penerbitan Peta Bidang Tanah.
Perbuatan kedua terdakwa itu
telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi yaitu Martinis. Karena Martinis memperoleh
dan menguasai bidang tanah milik Pemkab Inhu yang telah dibeli tahun 2003
dari Abdul Rivaie Rachman dan tercatat sebagai aset tetap (KIB-A).
Kasus ini terbongkar saat Pemkab Inhu ingin membaliknamakan sertifikat
dari pemilik tanah pertama untuk pembangunan Pasar di Kecamatan
Sibrida Dari situ diketahui bahwa di atas lahan Pemkab Inhu itu terbit
surat SHM atas nama Martinis.
Akibat perbuatan kedua terdakwa itu, telah menimbulkan kerugian negara sebesar
Rp1.701.450.000. Hal ini berdasarkan audit Inspektorat
Daerah Kabupaten Indragiri Hulu. nor

No Comment to " Juru Ukur BPN Inhu Divonis Bebas, Pengacara: Sudah Seharusnya.... "