• Ada Corona di Antara Kita

    E d i t o r: redkoranriaudotco
    Published: Selasa, 03 Maret 2020
    A- A+

    KORANRIAU.co-Siapa kemarin yang ragu kalau virus corona tidak ada di Indonesia? Yang tak begitu yakin bukan saja pihak asing, tetapi juga warga lokal.

    Banyak alasan yang membuat mereka ragu. Semula yang disoal ialah derasnya arus lalu lintas orang dari China-- sebagai episentrum awal penyakit akibat infeksi virus corona tipe baru, Covid-19--ke Indonesia. Lalu, muncul pula keraguan pada kemampuan Indonesia dalam menguji spesimen untuk mendeteksi corona.

    Seiring berjalannya waktu, tanda tanya soal nihilnya kasus corona di Indonesia semakin besar. Apalagi, negara-negara tetangga sudah memiliki kasusnya.

    Kecurigaan semakin meningkat ketika dua orang yang belakangan terdiagnosis positif corona, masing-masing dari Jepang dan Selandia Baru, dilaporkan singgah di Indonesia. Sabtu (29/2) lalu, Republika.co.id berusaha mengonfirmasikan kepada Kemenkes tentang surveillance tracking, siapa saja yang pernah kontak dekat dengan keduanya. Namun, semua mengunci mulut.

    Rupanya, hari itu proses pendeteksian sedang berlangsung. Tanggal 28 Februari, dua orang yang dirawat inap di rumah sakit di Depok, Jawa Barat baru mengetahui bahwa orang asing yang kontak dekat dengan mereka terjangkit Covid-19.

    Hari berikutnya, Sabtu (29/2) tengah malam, mereka diisolasi di RSPI Sulianti Saroso di Jakarta. Tanggal 1 Maret, spesimen mereka dites laboratorium.

    Senin (2/3) pagi, Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus positif corona pertama di Indonesia dari kedua orang tersebut. Kasus ini terungkap setelah episentrum baru penularan infeksi Covid-19 bergeser dari China ke Jepang, Italia, Iran, dan Korea Selatan.

    Kasus di China mulai menurun, sementara di empat negara itu menanjak. Temuan penularan di Indonesia pun bukan bersumber dari China, melainkan warga Jepang yang bermukim di Malaysia dan pernah kembali ke negaranya lalu bertandang ke Indonesia dalam 14 hari sebelum di diagnosis Covid-19.

    Segera setelah kabar itu tersiar, masyarakat riuh. Tuh kan ada, kata sebagian orang.

    Keributan itu terjadi disusul dengan panic buying. Masyarakat mengantisipasi dengan mencari masker, aneka vitamin, tisu, cairan pembersih tangan, disinfektan, hingga bahan pangan. Ajakan untuk tidak belanja karena panik pun disuarakan, baik dari asosiasi peritel, pejabat, hingga sesama masyarakat.

    Saya sempat kesulitan mencari masker dan suplemen penyokong imunitas yang diresepkan dokter untuk ananda yang sudah bolak-balik batuk pilek dalam tiga bulan ini. Hmm...yang butuh betulan jadi susah ya kalau yang lain membeli untuk disimpan. Harganya pun jadi tak karuan.

    Di lain sisi, saya bisa memahami spontanitas masyarakat dalam merespons adanya kasus corona di Indonesia. Secara psikologis, wajar kalau kita khawatir, takut. Ini merupakan penyakit baru, bahkan masih cenderung misterius.

    Apalagi, orang yang membawa virusnya bisa saja tak menunjukkan gejala atau cuma ringan gejalanya sehingga tak memeriksakan diri. Belum lagi etiket batuk-bersin belum membudaya di Indonesia. Bukankah virus corona menyebar salah satunya lewat droplet, percikan liur yang terlontar dari mulut penderita saat batuk?

    Di hadapkan dengan situasi seperti itu, orang secara alamiah tentu akan berusaha mempertahankan diri dengan cara yang dia tahu. Di sinilah pentingnya edukasi secara luas.

    Semoga saja pesan-pesan edukatif yang kabarnya akan dikirim via SMS oleh Dinkes DKI Jakarta bisa cukup membantu. Cara ini sepertinya juga patut diadopsi Jawa Barat, provinsi tempat tinggal warga positif corona.

    Di Amerika Serikat, pakar kesehatan masyarakat menyarankan perlunya bersiap menghadapi wabah. Sebab, ketika wabah penyakit betulan datang, orang tentu sebaiknya tak berada di kerumunan, mengantre panjang di apotek ataupun supermarket. Di sana, kasusnya sudah 92 orang dengan dua korban meninggal sejak warganya di Diamond Princess ditemukan positif corona.

    Tetapi, kondisi di sini belum tentu sama dengan di Amerika, kita perlu saran yang benar-benar sesuai dengan setting di Indonesia.

    Yang jelas, Covid-19 sejatinya merupakan infeksi oportunistik. Virusnya berbahaya bagi orang yang sistem kekebalan tubuhnya lemah.

    Seperti juga batuk-pilek yang umumnya disebabkan oleh virus, penyakit akibat virus corona juga bisa sembuh seiring membaiknya sistem imun.

    Jelang tengah malam, jagat Twitter mulai ramai dengan #kamitidaktakutviruscorona. Saya pikir ini bukan respons yang tepat.

    Yang kita butuhkan saat ini keyakinan bahwa Indonesia siap menghadapi kemungkinan terburuk. Kita perlu membangun kewaspadaan tanpa kekhawatiran yang berlebihan.

    Pemerintah sudah saatnya mendengarkan saran dari para pakar, seperti soal tidak meratanya kemampuan laboratorium di daerah dalam menguji spesimen corona dan perlunya kerja sama laboratorium yang mumpuni melakukannya. Keterbukaan informasi harus dijamin demi meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.

    Seperti yang sudah ditegaskan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) , satu-satunya cara menghentikan laju penyebaran corona ialah dengan dengan memutus rantai penularan. Menemukan orang yang menjadi inang corona jadi langkah awal yang harus diikuti dengan mengisolasi dan merawat pasien, dan melacak riwayat kontak. Corona mungkin ada di antara kita, sesiap apa kita menghadapinya?republika/nor

    Subjects:

    Kolom
  • No Comment to " Ada Corona di Antara Kita "

INFO PEMASANGAN IKLAN HUB 0812 6670 0070 / 0811 7673 35, Email:koranriau.iklan@gmail.com yLx3F0.jpg