KORANRIAU.co,PEKANBARU - PT Hutahaean di Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) diduga telah merugikan masyarakat dan negara sekitar Rp1 triliun lebih. Pasalnya, perusahaan perkebunan kelapa sawit itu tidak memberikan hak masyarakat sesuai perjanjian yang telah disepakati dalam pola mitra Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA).
Dalam perjanjian itu, bahwasanya ada kesepakatan 2.380 hektare dengan pola
65 persen dan 35 persen. Sebanyak 65 persen untuk masyarakat dan 35 persen
untuk perusahaan.
Wakil Ketua DPRD Riau, Budiman Lubis, mengatakan dari 2.380 hektare
tersebut, sekitar 1.540 hektare untuk masyarakat dan sekitar 833 hektare untuk
perusahaan.
Tapi dalam pelaksanaannya, lahan 2.380 hektare itu tidak ada. Hanya ada 825
hektare dan itu juga adanya di Afdeling Delapan, dan kebetulan masuk kawasan,
kawasan HPT dan HPK," ujar Budiman, Senin (26/5/2025).
Ia menyebut dari data BPN Provinsi Riau dan BPN Rokan Hulu, bahwa kawasan
yang dikelola oleh PT Hutahaean tersebut masuk dalam kawasan hutan.
"Tapi memang, dalam HGU mereka memang ada 4.614 hektare di empat desa
yaitu ada 7 afdeling. Jadi yang bermasalah ini di Afdeling 8, sudahlah di KKPA
tidak jadi dan juga berada di kawasan," katanya.
Dijelaskannya bahwa perjanjian perusahaan dengan masyarakat bukanlah jual
beli, akan tetapi perjanjian mitra.
Namun ternyata yang ada hanya 825 hektare, harusnya 825 hektare ini yang
diminta masyarakat. Artinya, 65 persen dari 825 hektare itu sekitar 500 hektare
lebih untuk masyarakat dan 35 persen itu sekitar 250 hektare lebih untuk
perusahaan," jelasnya.
Akan tetapi, kata Budiman, pihak perusahaan tidak mau memberikan 65 persen
dari 825 hektare itu karena mereka merasa bahwa 825 hektare itu milik mereka
dan bukan bagian dari 1.540 hektare untuk masyarakat.
Dikatakannya, kawasan tersebut sudah dikuasai PT Hutahaean lebih kurang 23
tahun. Jika dihitung 4 tahun masa produksi, sebut Budiman, maka ada sekitar 19
tahun hasil yang mereka terima.
"Karena itu, masyarakat menuntut berdasarkan perjanjian itu sekitar
Rp500 miliar. Selain itu, perusahaan juga merugikan negara karena sudah dalam
kawasan hutan. Dari masyarakat saja sudah Rp500 miliar, mungkin sudah
triliunan, belum lagi pajaknya, dan itu kawasan," sebutnya.
Kemudian masyarakat berharap Satgas dapat segera melakukan eksekusi
terhadap lahan tersebut karena sampai saat ini belum ada tindak lanjut
penyitaan tersebut.
"Sebab perusahaan dianggap merugikan negara dan merugikan masyarakat.
Karena perjanjian dan akta notaris sampai saat ini masih berlaku,"
pungkasnya.
Dirinya menduga bahwa pihak perusahaan seperti sudah merencanakan hal ini.
Pasalnya, perusahaan pernah melakukan permohonan kepada negara melalui
Kehutanan untuk pencadangan kawasan seluas 2.300 hektare tahun 1997 silam.
"Dia sudah mengajukan tahun 1997, 1998, 1999, tapi kok mereka
melakukan kerjasama KKPA dengan masyarakat, seharusnya kan tidak. Kalau memang
KKPA tidak ada izinnya, seharusnya perusahaan bersama masyarakat ke lapangan
mengukur berapa luas yang ada," jelasnya.
"Makanya kita curiga, karena jarang yang ada kerjasama 65 persen untuk
masyarakat dan 35 persen untuk perusahaan. Biasanya 60 dan 40. 60 untuk
perusahaan dan 40 untuk masyarakat, tapi ini tidak," tambahnya. Ck/nor
No Comment to " DPRD Riau Ungkap Dugaan PT Hutahaean di Rohul Rugikan Masyarakat dan Negara Triliunan Rupiah "