• 46 Tahun Malari: Masa Terkelam Kehidupan Hariman Siregar

    E d i t o r: redkoranriaudotco
    Published: Rabu, 15 Januari 2020
    A- A+

    KORANRIAU.co-Mentari belum lagi menampakkan wajahnya. Subuh itu, sekitar pukul 05.00 pagi, Hariman Siregar masih tertidur di selnya di Rumah Tahanan Militer (RTM) Budi Utomo Jakarta. Itulah hari kedua ia mendekam di salah satu sel Blok 5, salah satu blok yang "menyeramkan" di RTM Budi Utomo karena berpenghuni orang-orang yang akan dihukum mati.


    Tak jauh dari tempat Hariman berbaring, terbujur dua sosok rekan satu selnya: yang seorang adalah Mayor Jenderal (Polisi) Soewarno, mantan Panglima Daerah Kepolisian Jakarta saat peristiwa Gerakan 30 September 1965; dan seorang lainnya adalah Mayor Jenderal Soeratmo, mantan Komandan Komando Logistik Angkatan Darat (Kologad). Kedua rekan satu sel Hariman itu adalah tahanan politik yang dituduh terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI).

    Di keheningan subuh itu, tiba-tiba pintu sel dibuka. Seorang petugas RTM membangunkan Hariman, dengan membawa sebuah kabar penting: Sriyanti Sarbini Soemawinata, istri Hariman, dalam kondisi mengkhawatirkan di Rumah Sakit St. Carolus. Hariman pun diminta bergegas untuk menjenguk istrinya ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, perasaan Hariman cemas dan was-was. Saat ditinggal Hariman beberapa hari sebelumnya, Yanti memang dalam keadaan hamil tua. Karena itu, Hariman mengkhawatirkan keadaan Yanti dan anak yang dikandungnya.

    Setiba di RS St. Carolus kecemasan Hariman menjadi kenyataan. Ia mendapati Yanti dalam kondisi mengkhawatirkan. Sedangkan anak kembar yang dilahirkan sang istri sudah meninggal dunia. Mendapati kenyataan itu, Hariman tak kuasa menahan kesedihannya. Airmata mengalir menandakan keperihan hatinya. Tapi, sekejap kemudian Hariman berusaha tegar.

    Sore hari itu juga ia ikut mengantar jenasah anak kembarnya ke pemakaman Karet Bivak. Setelah itu, Hariman kembali ke rumah sakit untuk menunggui Yanti. Sepanjang malam ia menunggui istri yang sangat dicintainya itu. Tapi, pukul 03.00 dini hari ia harus kembali ke RTM Budi Utomo, sesuai aturan yang berlaku saat itu. Saat Hariman meninggalkan rumah sakit, kondisi Yanti masih dalam keadaan sadar.

    Di dalam selnya, Hariman tak bisa memejamkan mata. Pikiran dan perasaannya masih tertuju kepada istrinya yang terbaring lemah di rumah sakit. Saat pagi baru datang, petugas RTM kembali membawa Hariman ke rumah sakit. Sampai disana ia mendapati sang istri sudah koma. Hariman pun diijinkan menunggui Yanti selama sepuluh hari penuh. “Tapi, kesehatannya tak pernah pulih lagi. Sejak itu, Yanti hilang ingatan,” kenang Hariman.

    Setelah ijinnya habis, Hariman pun kembali ke RTM Budi Utomo. Sepeninggalnya, yang menunggui Yanti adalah ayahanda Hariman, Kalisati Siregar. Tapi, karena kecapekan dan usia tua, beberapa hari kemudian Kalisati jatuh sakit. Sakit sang ayah ternyata cukup serius. Hariman pun kembali diijinkan keluar tahanan, untuk menunggui ayahnya di rumah sakit.

    Tapi, cobaan Tuhan kembali mendera Hariman. Pada tanggal 29 September 1974, di malam hari, Kalisati Siregar menghembuskan nafasnya yang terakhir. “Keesokan harinya ayah dimakamkan. Kota Jakarta kala itu sedang dipenuhi kibaran bendera setengah tiang. Tentu saja orang-orang memasang bendera setengah tiang bukan untuk menghormati ayah, tapi karena tepat tanggal 30 September bendera memang dikibarkan setengah tiang (untuk memperingati Peristiwa G 30 S/PKI). Namun, itu semua gue anggap saja untuk menghormati mendiang ayah,” tutur Hariman.

    Mendekam di penjara, kehilangan bayi kembar, sang istri yang hilang ingatan, wafatnya sang ayah, serta mertua-- Prof. Sarbini Soemawinata-- yang juga mendekam dipenjara. Sebagaimana manusia biasa, rentetan peristiwa menyedihkan itu sempat mengguncang jiwa Hariman Siregar.

    Tidak syak lagi, inilah masa terkelam dalam hidupnya. Dalam percakapan dengan siapapun, jarang Hariman menyinggung masa-masa ini. Kalaupun ia mengisahkannya selalu dengan mata berkaca, pertanda ia tak mampu menahan kesedihan bila mengenang masa-masa tersebut.republika/nor

    Oleh: Amir Husin Daulay dan Imran Hasibuan, Penulis Buku Hariman dan Malari.

    Subjects:

    Kolom
  • No Comment to " 46 Tahun Malari: Masa Terkelam Kehidupan Hariman Siregar "

INFO PEMASANGAN IKLAN HUB 0812 6670 0070 / 0811 7673 35, Email:koranriau.iklan@gmail.com yLx3F0.jpg