• Layang Lelayu: Benny Dollo Itu Musik Bola Indonesia

    E d i t o r: redkoranriaudotco
    Published: Sabtu, 04 Februari 2023
    A- A+



    KORANRIAU.co-Kabar itu akhirnya sampai. Benny Dollo meninggal dunia, Rabu 1 Februari 2023. Karenanya saya ingin mengiringi kepulangannya dengan kisah ceria.


    Sebagai penafian, saya setuju dengan Sujiwo Tejo. Ini bukan belasungkawa. Tidak juga duka cita. Tutup usia itu kembali ke asal-Nya. Manusia itu bukan pribumi dunia. Anak-anak Adam adalah makhluk surga.


    Om Benny, begitu saya memanggilnya, ibarat lagu The Beatles, In My Life. Melodinya menyenangkan, syairnya filosofis, dan penuh idealisme: "Some are dead and some are living. In my life, I've loved them all."


    Suatu pagi di 2013, selepas latihan Persija di Sawangan, ia berkelakar. Semua tertawa. Saat itu ia seperti Snoop Dogg dalam lagu Young, Wild and Free: "We're just having fun, we don't care who sees."


    Padahal sebelumnya ia habis erupsi. Mayoritas pemain kena maki, terutama Fery Komul. Magma dari bibirnya bak band metal Disturbed dalam Down With the Sickness: "You've woken up the demon in me!"


    Saat memimpin Timnas Indonesia, karismanya agak lain. Saya membaca Bendol, sapaan akrabnya, ketika mengenakan seragam berlambang garuda di dada saat berdiri di GBK dengan tiga gaya.


    Pertama, ia seperti band rock asal Hannover, Jerman, Scorpions. Penuh kharismatik, kalem, tapi batu. Cobalah dengarkan Rock You Like a Hurricane atau Send Me an Angel. Begitulah gayanya.


    Kedua, beliau ibarat Jimi Hendrix saat memainkan blues, psychedelic, atau acid yang dibalut rock. Simaklah Hey Joe, Purple Haze, Voodoo Child, atau Little Wing. Begitulah pembawaannya.


    Ketiga, lelaki asal Manado, Sulawesi Utara, ini kira-kira tak bisa dipisahkan dari rock and roll ala Rolling Stones. Saat kau mendengar Sympathy For the Devil atau Paint It, Black. Begitulah nalurinya.


    Sisi lain Benny yang tak kalah besar sentuhannya adalah sisi kebapakan. Soal ini bisa kau tanyakan pada Firman Utina atau Franco Hita. Ada beberapa nama lagi, tapi dua ini cukup rasanya.


    Mendengar Firman mengisahkan Benny, sama halnya mendengar lagu Love of My Life gubahan Queen atau Hotel California milik Eagles. Ia lembut, membelai, menyenangkan, sekaligus menggugah.


    Caranya mendidik kurang lebih tak jauh dengan lirik yang terpendam dalam Smells Like Teen Spirit karya Nirvana atau pesan tersirat dari Sunday Bloody Sunday milik band asal Irlandia, U2.


    Bagi orang-orang terdekat, utamanya sesama pelatih, Benny dikenang periang, pemikir, dan petualang. Lihatlah jejak kariernya. Bukan hanya klub besar, klub guram pun pernah diarsiteki.


    Di fase-fase itu saya seperti mendengar lagu energik "Objection (Tango)" milik Shakira, "Baby One More Time" lantunan Britney Spears, "Sk8er Boi" punya Avril Lavigne, atau "Asereje" oleh Las Ketchup.


    Kisah sukses Benny bersama Pelita Jaya dengan tiga trofi juara Galatama (1988/1989, 1990, dan 1993/1994), atau juara Copa Indonesia bersama Arema Malang pada 2005 dan 2006 penuh nada punk rock.


    Mendengarkan Sum 41 (The Hell Song), The Offspring (Come Out and Play), Green Day (Basket Case), Rancid (Fall Back Down), NoFX (Linoleum), dan Sex Pistols (Anarchy in The UK) seperti melihat gairah melatihnya.


    Pada 2018, saat kukunjungi rumahnya di Pamulang, kondisi Om Benny sudah mulai payah. Ia baru menjalani operasi sehingga tak bisa bergerak bebas. Ini pertemuan tatap mata terakhirku.


    Meski begitu nada bicaranya masih tetap kritis. Saat bicara kondisi bangsa, rimanya mirip lirik lagu System of a Down dalam tembang B.Y.O.B atau lagu Metallica dalam judul Master of Puppets.


    Ketika berbicara PSSI, Benny agak sedih. Aku jadi seperti mendengar desingan Otong Koil dalam lagu Kenyataan dalam Dunia Fantasi: "Nasionalisme untuk negara ini menuju kehancuran."


    Ada beberapa mimpi yang belum diraih Benny, salah satunya menulis buku sepak bola Indonesia. Gagasan itu membuatku teringat Koes Plus di lagu Andai Kau Datang: "Terlalu indah dilupakan, terlalu indah dikenangkan."


    Pada akhirnya kisah ini harus disudahi dengan Ebiet G Ade dalam lagu Titip Rindu Buat Ayah: "Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini, keriput tulang pipimu gambaran perjuangan."


    Selamat jalan Om Benny Dollo. Engkau legenda sepak bola Indonesia.


    Oleh: Abdul Susila/cnnindonesia

    Subjects:

    Kolom
  • No Comment to " Layang Lelayu: Benny Dollo Itu Musik Bola Indonesia "

INFO PEMASANGAN IKLAN HUB 0812 6670 0070 / 0811 7673 35, Email:koranriau.iklan@gmail.com yLx3F0.jpg