KORANRIAU.co,PEKANBARU- Tersangka kasus dugaan perambahan Hutan Lindung
Siabu, Desa Balung, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar meminta
keadilan dari aparat penegak hukum dalam penanganan perkara ini.
Untuk
diketahui, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau telah menetapkan
empat tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah, Muhammad Mahadir alias Madir (40), Buspami
bin Toib (48), Yoserizal (43), dan M Yusuf Tarigan alias Tarigan (50). Oleh
penyidik mereka diduga mengelola kebun kelapa sawit tanpa izin di kawasan Hutan
Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Lindung Siabu.
Mereka diduga berperan
sebagai pemilik, pengelola, hingga pihak yang menghibahkan lahan melalui skema
adat. Lahan yang telah dibuka dan ditanami sawit oleh para pelaku diperkirakan
mencapai puluhan hektare, dengan usia tanaman bervariasi antara 6 bulan hingga
2 tahun.
Kuasa hukum para
tersangka, Budi Harianto SH MH menegaskan, jika para tersangka itu menanam
sawit di tanah ulayat. Mereka ini
merupaka masyarakat adat, yang telah mengelola sejak lama.
“Mereka ini hanya
masyarakat kecil, masyarakat adat. Mereka telah mengelola tanah ulayat yang hanya 19,5 hektar itu
sejak turun-temurun,”kata Budi, Selasa (19/5/25) di Pekanbaru.
Budi menilai,
penetapan kliennya itu sebagai tersangka tindak pidana pengelolaan hutan
lindung secara ilegal sangat keliru. Menurutnya, para tersangka mengelola lahan
itu sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku yakni Peraturan Daerah (Perda)
Kabupaten Kampar Nomor 12 Tahun 1999 tentang Hak Ulayat.
Dikatakan
Budi, dalam Perda tersebut, jelas dan terang para tersangka tidak
dapat dikenakan sanksi
pidana. Karena
selain mereka sebagai Pemangku adat, para tersangka melakukan
pengelolaan hutan atau tanah mereka adalah tanah ulayat.
“Kami
merasa heran, kenapa masyarakat kecil yang mengelola hutan ulayat ini justru
dijadikan tersangka. Dimana rasa keadilan bagi mereka,”ungkap Budi.
Hal lain
yang menjadi sorotan pihaknya lanjut Budi, terkait para tersangka akan
disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. Padahal sebutnya. locus dan delicti (tempat kejadian
tindak pidana-red) di Kabupaten Kampar.
“Kenapa
sidangnya harus di PN Pekanbaru dan bukan di PN Bangkinang, sesuai dengan locus
delicti-nya. Ini kan jelas melanggar hukum dan tidak sesuai dengan Pasal 84 KUHAP,
bahwa pengadilan negeri berwenang mengadili perkara pidana yang terjadi
diwilayah hukumnya,”terang Budi.
Kondisi ini
kata Budi, tentu juga sangat memberatkan dan menyusahkan para saksi yang akan
hadir ke persidangan, karena lokasi yang jauh dari tempat tinggal mereka.
Terlebih lagi, pihak keluarga yang ingin menyaksikan jalannya persidangan.
Oleh karena
itu, Budi mengaku telah menyurati pihak penyidik Polda Riau dan jaksa peneliti
Kejati Riau untuk mempertimbangkan akan keberatan lokasi persidangan nantinya.”Kami
ingin keadilan itu ditegakkan dna bukan pilih kasih,”harapnya.
Diwartakan
sebelumnya, para tersangka ditangkap Tim Subdirektorat IV Tindak Pidana
Tertentu (Tipidter) Ditreskrimsus Polda Riau, dengan melakukan penyelidikan dan
menemukan aktivitas perkebunan sawit ilegal di dalam kawasan hutan negara.
Para tersangka melegitimasi
aktivitas ilegal ini menggunakan dokumen hibah dan surat keterangan adat. Namun
faktanya, seluruh kegiatan dilakukan di dalam kawasan hutan lindung yang
statusnya dilindungi undang-undang.
Akibat perbuatannya, para
tersangka dijerat dengan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan juncto. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu
Cipta Kerja, serta Pasal 92 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. nor

No Comment to " Kasus Dugaan Perambahan Hutan Siabu Kampar, Para Tersangka Minta Keadilan "