• Agung Salim tak Lagi Pakai Kursi Roda ke Persidangan

    E d i t o r: redkoranriaudotco
    Published: Kamis, 13 Januari 2022
    A- A+
    Foto: Agung Salim (Kiri) saat menuruni tangga dan menutup wajahnya dengan buku.




    KORANRIAU.co,PEKANBARU- Ada yang menarik pada sidang lanjutan dugaan penggelapan uang nasabah senilai Rp84,9 miliar, dengan terdakwa 4 orang keluarga konglomerat Salim pemilik PT Fikasa Group. Pasalnya, salah satu terdakwa Agung Salim yang sebelumnya duduk di kursi roda, kali ini tidak lagi menggunakannya.

    Fakta itu terlihat pada sidang, Rabu (12/1/22) kemarin di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Agung yang datang ke persidangan tampak santai berjalan menuju ruang sidang tanpa menggunakan kursi roda. Padahal sidang lalu, Agung menggunakan kursi roda dengan alasan sakit diabetes akut.

    Agung tampak cekatan menaiki anak tangga satu-persatu bersama tiga saudaranya yang lain saat menuju masuk ruang sidang di lantai dua. Demikian juga, dia dengan mudah menuruni anak tangga saat keluar ruang sidang.

    Bahkan saat wartawan ingin mengambil fotonya, Agung dengan cekatan pula menutup wajahnya dengan sebuah buku. Hal ini juga membuat terdakwa lainnya sontak meniru gaya Agung itu guna menghindari jepretan kamera wartawan.  

    Sidang yang dipimpin majelis hakim Dr Dahlan SH MH itu sempat ditunda. Ini dikarenakan, sejumlah saksi dari Jakarta yang akan dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) Herlina Samosir, Lastarida SH dan Rendy Panalosa SH MH tidak datang.

    "Izin yang mulia, dikarenakan saksi tidak hadir, maka kami meminta sidang hari ini ditunda ke hari Senin (17/1/22) depan,"kata Herlina.

    Dalam perkara ini, empat terdakwa yang dihadirkan yakni Agung Salim, Komisaris Utama (Komut) PT Wahana Bersama Nusantara (WBN), Bhakti Salim selaku Direktur Utama (Dirut) PT WBN dan PT Tiara Global Propertindo (TGP), Elly Salim selaku Direktur PT WBN dan Komisaris PT TGP, serta Christian Salim selaku Direktur PT TGP. Kedua PT itu merupakan anak perusahaan dari company profil Fikasa Group.

    Terdakwa lainnya adalah Maryani selaku Marketing Freelance PT WBN dan PT TGP. Oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), berkas penuntutan Maryani dilakukan terpisah.

    Dugaan penggelapan uang nasabah yang dilakukan para terdakwa ini terjadi pada tanggal 14 Oktober 2016 sampai dengan 25 Maret 2020. Setidaknya ada 10 orang nasabah yang menjadi korban para terdakwa, dengan total kerugian Rp84.916.000.000.

    Berawal dari tahun 2016 PT WBN yang bergerak di bidang usaha consumer product dan PT TGP yang bergerak dibidang usaha properti, perhotelan dan  merupakan bagian dari Fikasa Grup, sedang membutuhkan tambahan modal untuk membiayai operasional perusahaan maupun perluasan usaha. Pada saat itu terdakwa Agung Salim mencari ide untuk mendapatkan tambahan modal tersebut.

    "Diputuskan untuk menerbitkan Promisorry Note atas nama Perusahaan yang ada dalam Fikasa Grup, yaitu PT Wahana Bersama Nusantara dan PT Tiara Global Propertindo. Kemudian terdakwa Agung menyuruh terdakwa Maryani menjadi marketing freelance dikedua perusahaan tersebut (Fikasa Grup)," ujar JPU dalam membacakan isi dakwaannya beberapa waktu lalu.

    Selanjutnya, dengan menggunakan company profil Fikasa Grup yaitu PT WBN dan PT TGP, Maryani pada sekitar bulan Oktober 2016 mendatangi korban Archenius Napitulu yang beralamat di Jalan Mawar Nomor 55 RT 33 RW 002 Kelurahan Padang Terubuk, Kecamatan Senapelan, Kota Pekanbaru. Maryani menawarkan investasi dengan bunga 9 sampai 12 persen pertahun. Dengan cara menjadi pemegang Promissory Note PT WBN dan PT TGP.  

    Saat menawarkan Promissory Note atas nama PT WBN dan PT TGP kepada masyarakat di Pekanbaru, Maryani menyampaikan Fikasa Grup menghimpun dana dengan menerbitkan Produk Tabungan berbentuk Promissory Note dengan tingkat bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan bunga bank pada umumnya. Jika bunga deposito pada bank umumnya berkisar 5 persen pertahun, maka Fikasa Group bisa memberikan bunga 6 sampai 12 persen pertahun. Sehingga tabungan berbentuk Promissory Note ini lebih menguntungkan.

    "Tabungan berbentuk deposito Promissory Note Fikasa Group menawarkan penempatan dana seperti deposito perbankan pada umumnya, yaitu menempatkan dana dalam jangka waktu tertentu dan dijanjikan mendapatkan imbalan bunga serta pokoknya terjamin. Kepada korban Maryani menjelaskan, bahwa produk tabungan berbentuk Promissory Note ini sama dengan produk deposito bank pada umumnya, yaitu nasabah menempatkan sejumlah dana untuk jangka waktu tertentu dan kemudian nasabah akan mendapatkan bunga dalam rate yang tetap (fixed rate) sebagaimana telah disepakati dan pokok dijamin kembali pada waktu jatuh tempo," lanjut JPU.

    Sehingga, posisi produk tabungan deposito ini adalah produk yang aman dan tidak ada resiko. Terlebih terdakwa Agung Salim sebagai pimpinan dan pemilik Fikasa Group adalah orang yang sangat kaya atau konglomerat.

    Selain itu, sama seperti deposito berjangka bank pada umumnya, sebagai bukti pembukaan tabungan berbentuk deposito Promissory Note tersebut, nasabah akan menandatangani perjanjian tabungan berbentuk deposito Promissory Note dan menerima sertifikat tabungan berbentuk deposito Promissory Note yang didalamnya terdapat sistem perpanjangan otomatis (automatic roll over) terhadap deposito yang telah jatuh tempo. Singkatnya, deposito Promissory Note Fikasa Group adalah sama dengan deposito berjangka bank pada umumnya, karena keduanya memiliki karakteristik yang sama.

    Para terdakwa disangkakan dengan Pasal 46 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Jo Pasal 64 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana, Pasal 378  Jo Pasal 64 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana, Pasal 372  Jo Pasal 64 Ayat (1) Jo  Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana dan Pasal 372  Jo Pasal 64 Ayat (1) Jo  Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.nor

  • No Comment to " Agung Salim tak Lagi Pakai Kursi Roda ke Persidangan "

INFO PEMASANGAN IKLAN HUB 0812 6670 0070 / 0811 7673 35, Email:koranriau.iklan@gmail.com yLx3F0.jpg