KORANRIAU.co-Setiap bulan Ramadhan, Republika selalu menerbitkan liputan khusus. Cahaya Ramadhan namanya. Isinya seputar kegiatan di bulan suci, panduan puasa, tanya jawab, puasa di luar negeri, tradisi puasa di Nusantara, dan lainnya.
Bulan November tahun 2003 aku diberangkatkan ke Batam untuk meliput suasana selama Ramadhan di kota itu. Berdua dengan fotografer senior Republika Bachtiar Phada (sekarang sudah almarhum). Hasil liputan akan dimuat di halaman pertama dan halaman Cahaya Ramadhan.
Aku sudah beberapa kali liputan ke Batam, tapi biasanya cuma sebentar-sebentar saja. Tak sempat berkeliling ke banyak tempat.
Kesempatan liputan selama tiga hari penuh di Batam kami manfaatkan untuk menjelajahi sudut-sudut Kota Batam. Kami ditemani seorang sopir, yang sangat tahu seluk-beluk kota itu. Dia tidak hanya paham seluruh wilayah kota, tapi juga perpolitikan lokal sampai urusan bisnis legal maupun ilegal.
Mulai dari wilayah padat sampai daerah-dearah pinggiran kami jelajahi. Kehidupan malam Batam yang tak berhenti berdenyut kendati Bulan Ramadhan tiba, juga kami sambangi.
Liputan untuk Ramadhan sudah selesai. Hari ketiga sebelum pulang Bachtiar Phada mengajak untuk hunting foto sambil mengunjungi lokasi-lokasi wisata.
Kami menuju ke Pulau Galang. Itu adalah wilayah bagian Barat Pulau Batam. Pulau Galang pernah dijadikan sebagai tempat pengungsian warga Vietnam tahun 1979 hingga 1996. Bekas kamp pengusian masih terawat dan menjadi salah satu objek wisata Kota Batam. Bachtiar mengambil foto-foto kamp pengungsian untuk rubrik foto feature.
Dalam perjalanan pulang dari Pulau Galang, sopir pemandu kami bercerita soal banyaknya perjudian di Batam. Dia bercerita banyak penjudi melakukan kegiatannya di rumah dan villa tak jauh pantai. Lokasinya tak jauh dari jalan yang kami lewati.
Tentu saja kami tertarik dengan cerita itu. Bisa jadi tulisan yang bagus jika bisa mengungkap itu. Tapi bagaimana caranya? Dan kami juga tak siap untuk liputan investigasi. Untuk melakukan liputan investigasi perlu ada persiapan, dan perlu ada data awal agar fokus apa yang akan diinvestigasi.
Kami memutuskan untuk mengumpulkan informasi dan data-data saja dulu. Mana tahu nanti bisa ditindaklanjuti. Bachtiar akan mengambil foto-foto jika nanti memang bisa jadi tulisan.
Sopir menunjukkan sebuah villa yang menurutnya sering digunakan untuk tempat berjudi. Kendati masyarakat sudah tahu bahwa lokasi itu menjadi tempat judi, tapi aparat tak pernah melakukan tindakan apa pun.
Mobil diparkir di pinggir jalan raya. Aku dan Bachtiar turun. Si sopir menunggu di dalam mobil.Sambil mengendap-endap seperti pencuri, kami menuju villa yang dicurigai. Keliling villa dipagari kayu dan tetumbuhan liar. Pintu pagar terbuat dari kayu, tidak terkunci. Aku mendorong pintu pagar dan berjalan pelan masuk ke pekarangan.
Dari jarak sekitar 100 meter kami melihat villa yang disebut sopir sebagai tempat judi. Bangunan itu cukup besar. Ada beberapa mobil yang terparkir di halamannya. Kami melihat dua orang sedang bercakap-cakap sambil berdiri di depan pintu. Sepertinya mereka berjaga-jaga.
Aku perlu membuktikan ada aktifitas judi di villa itu. Aku akan mengintip ke dalam villa. Bachtiar akan mengambil fotonya sebagai bukti. Tapi kesempatan itu belum ada. Dua orang pria berbadan kekar itu tetap berdiri sambil mengawasi sekeliling.
Kami masih sembunyi di balik pepohonan. Tiba-tiba kami melihat beberapa orang datang menuju villa. Tak tahu dari mana arahnya. Yang jelas bukan dari arah tempat kami masuk tadi. Kami juga belum tahu maksud kedatangan orang-orang itu.
Bachtiar tidak menyia-nyiakan momen itu. Dia langsung jeprat-jepret dengan kameranya. Dia berusaha mendekat ke arah villa. Sambil menunduk-nunduk di sela pepohonan.
Mungkin saking asyiknya mengambil foto, Bachtiar lupa kalau dia seharusnya tak boleh terlihat. Dia berdiri.
Aku memberi kode agar dia menunduk dengan melempar batu ke arah Bachtiar. Tidak kena. Bachtiar tetap saja memotret sambil berdiri.
Tiba-tiba terdengar suara dari depan villa. Rupanya sang penjaga di depan bangunan melihat kami.
“Hoooi.... Jangan ambil foto, ” teriak salah satu pria.
Aku terkejut bukan main. “Lariii.. ” Teriakku kepada Bachtiar. Dia menoleh, sambil tergopoh-gopoh lari mengikuti perintahku.
Si pria di depan villa melempari kami dengan batu. Dua orang mengejar. Kami lari tunggang langgang keluar pekarangan villa.
Dua orang masih mengejar kami di belakang sambil terus melempari batu. Untung jarak kami cukup jauh. Tak ada batu yang mengenai kami.
Sampai di pintu gerbang, keduanya terus mengejar. Mereka terus berteriak-teriak dengan kalimat tak jelas.
Kami tiba di pinggir jalan raya dengan napas hampir putus. Sopir yang sudah siap dengan mesin mobil menyala, langsung saja tancap gas.
Kami terus menoleh ke belakang, khawatir kalau-kalau dikejar dengan kendaraan. Tapi tak ada tanda-tanda mereka mengikuti ke jalan raya.
Mobil terus digeber kencang. Sampai jaraknya jauh dan yakin tidak diikuti, barulah laju kendaraan dilambatkan. Kami masih terengah-engah. Ditambah lagi tenggorokan terasa kering karena puasa. Cemas, haus, dan lelah jadi satu.
Investigasi-investigasian tanpa persiapan hari itu pun berakhir tanpa hasil. Tak apalah, yang penting selamat. Tidak tertangkap atau terkena lemparan batu.republika/nor
No Comment to " Dilempari Batu Penjaga Saat Ketahuan Investigasi Villa Judi "