KORANRIAU.co-Tim Advokasi untuk Demokrasi menghadirkan Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos dalam persidangan lanjutan gugatan Surat Presiden (Surpres) Joko Widodo ke DPR terkait pengajuan pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja.
Dalam sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta itu, Nining mengatakan pemerintah tidak memiliki iktikad baik dalam penyusunan RUU Ciptaker. Pembahasan RUU itu sangat tidak demokratis dan menihilkan peran publik termasuk pihaknya sebagai konfederasi buruh.
"Jadi, kalau dikatakan bahwa selama ini ada undangan, undangannya pun sangat mendadak dan sebagai pemenuhan formalitas saja. Tetapi dalam faktanya tidak ada iktikad baik bagaimana melibatkan partisipasi publik dalam membuat RUU Ciptaker," kata Nining saat sidang, sebagaimana dikutip dari YouTube LBH Jakarta, Selasa (18/8).
Anggota Tim Advokasi, M. Isnur, mengungkapkan keterangan Nining semakin menguatkan bahwa proses penyusunan RUU Ciptaker sangat tidak partisipatif dan dilakukan melalui cara-cara gelap. Kata dia, penyusunan RUU tersebut cacat prosedur.
"Contohnya bahwa proses itu dilakukan dengan tergesa-gesa. Undangan disampaikan 1 jam sebelumnya via WA. Tidak ada undangan resmi yang disampaikan," ujar Isnur.
"Bahkan ada pembentukan satgas dari buruh tapi sudah selesai pembahasannya. Itu bentuk dari manipulasi perencanaan pembahasan. Bagian dari kecacatan prosedur formalitas dan lain-lain dalam pembahasan RUU Ciptaker," lanjutnya.
Anggota Tim Advokasi lainnya, Charlie dari LBH Jakarta, menambahkan penyusunan RUU Ciptaker terkesan diskriminatif karena membuka pintu lebar terhadap pengusaha. Sementara buruh atau pekerja, menurut dia, dikesampingkan begitu saja.
"Pengusaha sudah dilibatkan sejak bulan Oktober, November, sudah dibuat tim dan buruh baru dilibatkan H-1 sebelum surpresnya atau RUU diserahkan ke DPR," ucap Charlie.
Dalam perkara ini, Tim Advokasi untuk Demokrasi sudah menghadirkan 90 alat bukti untuk menguatkan dalil gugatan. Charlie berujar bukti surat kemungkinan besar bertambah karena banyak yang menguatkan pembuktian bahwa penyusunan RUU Ciptaker dilakukan dengan tertutup, diskriminatif dan tidak partisipatif.
"Sebenarnya dari bukti-bukti surat yang disampaikan oleh Presiden juga, mereka mengakui sendiri bahwa draf itu baru diumumkan oleh mereka setelah pembahasan di DPR," imbuhnya.
Sidang rencananya akan digelar kembali pada pekan depan. Charlie mengatakan pihaknya akan membawa 5 saksi dan 3 ahli.
Surpres Joko Widodo ke DPR terkait pengajuan pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja digugat ke PTUN Jakarta pada 30 April 2020.
Tim Advokasi untuk Demokrasi menilai ada pelanggaran prosedur dan substansi dari penyusunan draf RUU Ciptaker yang dilakukan pemerintah.
Sebagai inisiator dari RUU tersebut, pemerintah tidak secara aktif melibatkan masyarakat dalam penyusunan draf RUU tersebut. Hal ini mengabaikan prinsip yang diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.cnnindonesia/nor
No Comment to " Surpres Jokowi Digugat, RUU Ciptaker Dicap Bermasalah "