KORANRIAU.co- Dalam kebijakan energi nasional, selama bertahun-tahun, subsidi energi telah hadir dalam bentuk yang sangat dekat dengan kehidupan rumah tangga di Indonesia. Produk bersubsidi ini memang memudahkan akses masyarakat terhadap energi, namun di balik kenyamanannya, tersimpan persoalan besar yaitu beban fiskal yang kian meningkat, ketergantungan pada impor, serta dampak lingkungan akibat daripada emisi.
Sebagai jawaban atas
tantangan tersebut, pemerintah menghadirkan program distribusi energi
alternatif yang lebih efisien, lebih bersih, dan lebih aman serta ramah
lingkungan. Dengan infrastruktur khusus, energi dapat dialirkan langsung ke
rumah tangga sehingga mengurangi kebutuhan distribusi berbasis tabung.
Inisiatif ini tidak hanya ditujukan untuk mengurangi beban subsidi, tetapi juga
untuk memperkuat kemandirian dan ketahanan energi nasional sekaligus mendukung
keberlanjutan. Philip Kotler dalam
bukunya Marketing
Management, menyampaikan kualitas dan keunggulan produk saja tidak pernah cukup,
tetapi kunci keberhasilan terletak pada bagaimana mengubah persepsi masyarakat,
menumbuhkan kepercayaan, dan menginspirasi perubahan perilaku.
Era Industri 5.0 saat ini
membuka peluang baru bagi strategi pemasaran sosial pemerintah yaitu dengan dukungan teknologi digital, big
data, dan Internet of Things (IoT), dimana program subsidi energi dapat
dikelola dengan pendekatan yang lebih personal, transparan, dan interaktif.
Masyarakat tidak lagi dipandang sebagai penerima manfaat pasif, melainkan
sebagai mitra aktif yang turut membentuk nilai bersama. Bayangkan sebuah
aplikasi pintar yang hadir di ponsel setiap pengguna akhri dari produk
tersebut, Dimana aplikasi ini tidak hanya menampilkan informasi tagihan, tetapi
juga menghadirkan simulasi perbandingan biaya, edukasi visual mengenai potensi
pengurangan emisi, serta tips gaya hidup hemat energi yang relevan dengan
kondisi rumah tangga. Lebih menarik lagi, sistem dapat menyesuaikan rekomendasi
berdasarkan pola konsumsi individu, sehingga pesan terasa personal dan mudah
dipahami.
Untuk memperkuat
keterlibatan publik, strategi ini bisa dilengkapi dengan fitur interaktif
berbasis insentif. Setiap keberhasilan menghemat energi akan dikonversi menjadi
poin yang dapat ditukar dengan potongan tagihan, voucher produk lokal, atau
kontribusi simbolis pada program sosial seperti penghijauan. Dengan demikian, masyarakat
tidak hanya menggunakan energi bersih, tetapi juga merasa menjadi bagian dari
sebuah gerakan sosial yang lebih besar. Narasi komunitas pun menjadi sangat
penting dimana pengguna produk yang puas diberi ruang untuk berbagi pengalaman
positif mereka, baik melalui testimoni digital maupun forum berbasis aplikasi.
Cerita-cerita otentik inilah yang akan menjadi word of mouth positif, menyeimbangkan
bahkan meminimalisir persepsi negatif yang mungkin berkembang di masyarakat.
Meski begitu, teknologi
bukanlah satu-satunya jawaban. Kotler menekankan esensi pemasaran social yang
menggabungkan prinsip pemasaran dengan misi meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Keberhasilan sebuah program publik bukan hanya diukur dari jumlah
sambungan atau pengguna baru, melainkan dari sejauh mana program tersebut mampu
mengurangi beban subsidi, menekan emisi karbon, dan memperkuat kemandirian
energi. Tantangan terbesar justru ada pada ranah persepsi. Informasi negatif
tentang biaya, layanan, atau infrastruktur sering kali lebih cepat menyebar
dibandingkan pesan positif. Karena itu, komunikasi publik harus bersifat
proaktif dan menyediakan saluran pengaduan yang responsif, menghadirkan layanan
pelanggan yang ramah, serta mempublikasikan kisah sukses pengguna produk atau
dalam hal ini dikatakan sebagai konsumen. Strategi ini akan mengubah potensi
resistensi menjadi modal sosial.
Transformasi subsidi
energi juga tidak bisa dilepaskan dari aspek identitas sosial. Bagi sebagian
masyarakat, bentuk energi lama mungkin sudah dianggap simbol kenyamanan,
sehingga energi baru harus diposisikan bukan sekadar sebagai substitusi, tetapi
sebagai gaya hidup modern yang bertemakan ramah lingkungan, hemat biaya, dan
sejalan dengan aspirasi masyarakat urban maupun rumah tangga sederhana. Kunci utama
keberhasilan ini terletak pada kolaborasi antara pemerintah dan pelaku usaha.
Pemerintah hadir dengan regulasi dan insentif, pelaku usaha menghadirkan
teknologi dan layanan, sementara masyarakat diajak menjadi motor perubahan.
Inilah bentuk nyata strategi cocreation atau penciptaan nilai bersama dengan masyarakat, bukan
sekadar untuk masyarakat.
Transformasi subsidi
energi adalah narasi besar tentang masa depan bangsa, dimana bukan hanya soal
infrastruktur, melainkan simbol perubahan dari ketergantungan menuju
kemandirian, dari konsumsi pasif menuju partisipasi aktif, dari energi berbasis
emisi menuju energi bersih dan ramah lingkungan. Energi sejati yang dibutuhkan
masyarakat bukan hanya yang mengalir melalui pipa atau tabung, melainkan
semangat kolektif bertransformasi menuju masa depan bangsa yang lebih adil,
berdaya saing, dan berkelanjutan di era Industri 5.0.
Oleh:
Charly Simanullang, Mahasiswa Program
Doktor Ilmu Manajemen Fakultas Eknomi dan Manajemen Bisnis Universitas
Riau

No Comment to " Strategi Pemasaran Sosial Mendorong Energi Bersih dan Berkelanjutan "