KORANRIAU.co-Innalillahi wa innailaihi rojiun...Kabar duka yang begitu menyentak datang pada Sabtu sore.
Percakapan dan perdebatan soal Covid-19 dan vaksinnya di grup-grup Whatsapp mendadak reda. Pembahasan soal pembaruan aturan privasi Whatsapp juga sontak terhenti.
Berita mengenai hilangnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 dari radar bertubi-tubi masuk ke semua grup. Rata-rata menyebarkan informasi yang sama, yakni video Flight Radar dan laporan kepada Dirnavpen.
Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto (kiri) bersama Menhub Budi Karya Sumadi menunjukkan temuan serpihan dan sejumlah barang dari pesawat Sriwijaya Air SJ 182 di KRI John Lie 358, perairan Kepulauan Seribu, Jakarta.
Berikutnya, dokumen PDF manifest SJ 182 dan foto-foto tim SAR dengan temuan serpihan pesawat beredar luas. Satu per satu identitas korban kemudian terbuka, mulai dari pekerjaan, foto diri/keluarga, hingga cerita personal yang dimiliki terkait korban.
Perbincangan soal dugaan penyebab kecelakaan juga mencuat. Ada yang menuding, ini mungkin gara-gara perawatan pesawat tak berjalan sejak pandemi melumpuhkan dunia penerbangan. Banyak juga yang meyakini faktor cuaca menjadi pemicu petaka.
Sejauh ini, kita hanya tahu 62 orang hilang dalam insiden memilukan tersebut. Lebih rincinya, ada 12 kru serta 50 penumpang yang terdiri dari 43 dewasa, tujuh anak-anak, dan tiga bayi di atas pesawat Boeing 737-500 itu.
Kecelakaan itu juga mengingatkan masyarakat akan insiden 28 Oktober 2018, saat Boeing 737 Max 8 milik Lion Air PK-LQP bernomor JT 610 yang terbang dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Bandara Depati Amir, Pangkalpinang. Pesawat mengangkut 181 penumpang dan 7 kru.
Seberapa aman sebetulnya penerbangan di Indonesia? Berdasarkan audit Council President Certificate (CPC) oleh International Civil Aviation Organization (ICAO), Indonesia menempati posisi ke-58 di dunia dari 192 negara anggota ICAO. Saat itu, Indonesia melompat 94 peringkat dari hasil audit sebelumnya, yaitu di posisi 152 dalam keselamatan penerbangan pada 2018.
Posisi tersebut membuat Indonesia masuk ke peringkat 10 negara di kawasan Asia Pasifik dari 39 negara yang masuk dalam akreditasi Kantor Regional ICAO di Bangkok. Secara umum, pesawat terbang memang dianggap sebagai moda transportasi paling aman dan lebih sedikit mengalami kecelakaan daripada moda transportasi lain.
Di masa pandemi Covid-19 pun, pesawat masih jauh lebih aman dari segi risiko penyebaran dan penularan penyakit akibat infeksi virus corona tipe baru tersebut. Itu berkat adopsi teknologi sistem penyaring udara HEPA (High Efficiency Particulate Air) yang mampu membuat 99 persen partikel airborne tersaring dari udara yang tersirkulasi di kabin.
Terlepas dari keunggulan-keunggulan tersebut, risiko penerbangan tinggi jika mengalami masalah. Ada tiga faktor utama yang menjadi penyebab kecelakaan pesawat, yakni faktor teknis, cuaca, dan kesalahan manusia.
Pada 2019, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menginvestigasi 30 kasus penerbangan dengan kategori delapan kecelakaan (accident) dan 22 insiden serius (serious incident). Dari jumlah itu, 10 kasus yang diinvestigasi KNKT melibatkan runway excursion (tergelincir).
Berkaca dari tren kecelakaan serius yang pernah terjadi, DitjenPerhubungan Udara, dalam hal ini Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara, jelas punya pekerjaan rumah yang harus lebih serius diselesaikan. Di samping itu, seluruh komponen sistem industri penerbangan, mulai dari regulator, operator bandara, maskapai penerbangan, operator lalu lintas udara, hingga operator perawatan pesawat udara harus terus melakukan perbaikan demi meningkatkan jaminan keselamatan penerbangan.
Sambil menunggu proses pencarian, evakuasi, dan investigasi, mari kita doakan ada keajaiban untuk keselamatan kru dan penumpang SJ 182.Reiny Dwinanda/republika
No Comment to " Amankah Penerbangan Indonesia? "