• Merdeka dari Resesi

    E d i t o r: redkoranriaudotco
    Published: Minggu, 16 Agustus 2020
    A- A+


    KORANRIAU.co- Republik Indonesia tercinta akan merayakan HUT-nya yang ke-75. Namun sangat disayangkan, HUT RI kali ini masih dibayangi efek pandemi.

    Covid-19 telah menghantam nyaris seluruh sendi perekonomian. Bayang-bayang resesi pun semakin nyata. BPS merilis perekonomian Indonesia pada Triwulan II - 2020 terkontraksi 5,32 persen dibandingkan dengan Triwulan II - 2019. Sedangkan, jika dibandingkan dengan Triwulan I - 2020, performa ekonomi Indonesia pada Triwulan II - 2020 ini mengalami kontraksi sebesar 4,19 persen. Ini merupakan penurunan terbesar sejak dua dekade terakhir.


    Pada Triwulan II - 2020 hanya beberapa sektor ekonomi yang mampu tumbuh positif adalah sektor informasi dan komunikasi (infokom) sebesar 10,88 persen; pengadaan air, pengelolaan sampah limbah dan daur ulang sebesar 4,56 persen; jasa kesehatan sebesar 3,71 persen, dan pertanian sebesar 2,19 persen.



    Perubahan gaya hidup berbasis virtual selama pandemi mendorong sektor infokom memberikan kontribusi terbesar pada laju pertumbuhan ekonomi yaitu sebesar 0,58 persen, diikuti pertanian sebesar 0,29 dan real estate sebesar 0,07 persen.


    Penurunan Daya Beli


    Struktur ekonomi Indonesia selama ini didorong oleh pengeluaran konsumsi rumah tangga yang mencapai lebih dari 50 persen total PDB. Namun penurunan aktivitas ekonomi selama pandemi telah mengakibatkan pemutusan hubungan kerja, pemotongan gaji pegawai, dan berakhir pada penurunan tingkat pendapatan secara signifikan. Efeknya, daya beli masyarakat pun semakin lemah.


    Hal ini tercermin dari deflasi yang terjadi pada Juli 2020 sebesar 0,1 persen. Penurunan harga di tingkat konsumen didorong oleh lemahnya demand masyarakat terhadap berbagai barang kebutuhan. Penurunan pendapatan mengharuskan masyarakat membuat prioritas dalam pola konsumsinya.


    Penurunan daya beli masyarakat juga tampak nyata dari tren penjualan emas yang sempat meningkat beberapa waktu terakhir. Masyarakat terpaksa menjual emasnya di tengah himpitan kebutuhan hidup dan penurunan pendapatan.


    Penurunan daya beli masyarakat ternyata memberikan kontribusi terbesar terhadap kontraksi ekonomi di Triwulan II - 2020 yaitu mencapai 2,96 persen. Jika hal ini terus berlanjut di triwulan mendatang maka dikhawatirkan Indonesia akan jatuh ke jurang resesi.


    Pemerintah pun tak tinggal diam dengan menggelontorkan berbagai stimulus untuk menggenjot daya beli masyarakat. Salah satunya melalui berbagai program perlindungan sosial yang totalnya mencapai Rp 203,9 triliun. Meskipun masih menuai berbagai pro dan kontra di masyarakat karena dianggap tidak tepat sasaran, bantuan perlindungan sosial ini diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat khususnya masyarakat rentan miskin, miskin, dan sangat miskin yang terdampak paling parah akibat pandemi.


    Pemerintah juga mengalokasikan dana sebesar Rp 37,7 triliun rupiah untuk memberikan subsidi gaji bagi pekerja swasta dengan tingkat pendapatan di bawah Rp 5 juta per bulan dan aktif sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Bantuan ini akan diberikan selama 4 bulan mulai September hingga Desember 2020 dengan besaran sebesar Rp 600 ribu/bulan dan dibayarkan setiap 2 bulan sekali. Target penerima bantuan ini mencapai Rp 15,7 juta pekerja yang datanya bersumber dari data BPJS Ketenagakerjaan kondisi 30 Juni 2020.


    Pada 10 Agustus 2020 pemerintah bahkan telah mencairkan pembayaran gaji ke-13 bagi PNS, TNI, dan Polri secara serentak dengan total anggaran mencapai Rp 28,82 triliun. Pemberian gaji ke-13 ini dianggap mampu memberikan daya ungkit pada konsumsi masyarakat karena bertepatan dengan momentum awal tahun ajaran baru.


    Perubahan Pola Konsumsi


    Menggenjot daya beli beli penduduk tidak hanya dilakukan dengan upaya peningkatan pendapatan masyarakat, namun perlu diiringi dengan pemahaman pelaku usaha khususnya UMKM terhadap perubahan pola konsumsi masyarakat selama pandemi. Kebijakan physical distancing, work from home, serta school from home mendorong perkembangan bisnis e-commerce karena masyarakat merasa lebih aman berbelanja secara daring.


    Prioritas konsumsi masyarakat pun mengalami pergeseran. Jika semula konsumsi merupakan bagian dari aktualisasi diri, maka seiring penurunan pendapatan, konsumsi diarahkan pada kebutuhan yang lebih mendasar seperti makanan, minuman, kesehatan, dan layanan internet. Kondisi ini harus dapat dimanfaatkan secara optimal. Pelaku usaha perlu jeli memilih jenis produk yang ditawarkan pada konsumen.


    Selain berbagai kebutuhan dasar di atas, perubahan selera konsumen dari junk food ke healthy food ternyata mampu membuka peluang usaha gerai makanan sehat. Keterbatasan mobilitas masyarakat kala pandemi juga memberikan kesempatan pada pelaku usaha frozen food. Komoditas ini merupakan alternatif terbaik bagi masyarakat yang tidak terlalu bisa memasak, namun memiliki tingkat kekhawatiran yang tinggi terhadap keamanan makanan siap santap yang banyak dijual di pasaran.


    Namun dari semua itu, faktor paling penting yang harus diperhatikan oleh para pelaku usaha adalah faktor keamanan dan penggunaan protokol kesehatan selama proses produksi hingga pengantaran ke konsumen. Pelaku usaha dapat memilih berbagai platform layanan yang tersedia alih-alih membuat sendiri platform untuk berkomunikasi dengan konsumen. Peluang jasa pengantaran barang pun terbuka lebar.detikcom/nor

    Subjects:

    Kolom
  • No Comment to " Merdeka dari Resesi "

INFO PEMASANGAN IKLAN HUB 0812 6670 0070 / 0811 7673 35, Email:koranriau.iklan@gmail.com yLx3F0.jpg