• Pemerintah, Swasta dan Forum Sagu Harus Bergandengan Tangan

    E d i t o r: redkoranriaudotco
    Published: Jumat, 05 Juni 2020
    A- A+

    KORANRIAU.co,SELATPANJANG- Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kepulauan Meranti, Dr Ir Mamun Murod MM MH diminta menjadi salah satu Narasumber (Narsum) pada rapat pembahasan grand design sagu yang dilaksanakan melalui vidio converence pada Kamis (4/6/2020).

    Dalam rapat yang digagas oleh Kementrian Pertanian (Kementan)  itu, Murod menjadi narasumber bersama Dewan Guru Besar IPB, Prof H HM Bintoro, Perwakilan PT Sampoerna Agro, Dr Dwi Asmono, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan, Provinsi Papua, Ir Semuel Siriwa MSi, dan Kepala Bagian Perencanaan Wilayah, Biro Perencanaan Kementan, Dr Hermanto. Rapat tersebut dipimpin oleh Sekretaris Direktorat Jendral Perkebunan, Dr Ir Antarjo Dikin.

    Murod mengaku rapat tersebut menjadi tindak lanjut dari rapat penyusunan grand design sagu melalui vidio converence pada 5 Mei 2020 lalu. Juga, dalam rangka akselerasi gerakan tiga kali lipat ekspor (Gratieks) komoditi sagu dan turunannya.

    Murod memaparkan bahwa grand design pengelolaan sagu indonesia bertujuan untuk memberikan arah kebijakan pelaksanaan pengelolaan sagu Indonesia selama kurun waktu 2020-2030 agar pengelolaan sagu dapat berjalan secara efektif, efisien, terukur, konsisten, terintegrasi, melembaga dan berkelanjutan. Grand design pengelolaan sagu juga menjadi dasar pedoman dalam penyusunan road map jangka menengah (5 tahun) dan menjadi pedoman bagi daerah dalam menyusun road map masing-masing dalam pelaksanaan pengelolaan sagu daerah.

    Agar pengolahan sagu bisa berjalan harus dilakukan rencana aksi dengan melibatkan Pemerintah Pusat, pemda, swasta (perusahaan), Litbang dan forum pengelolaan sagu. "Sejumlah rencana aksi yang harus dilakukan diantaranya, meningkatkan jaminan pasokan bahan baku, diversifikasi produk industri pengolahan sagu, optimalisasi kapasitas industri pengolahan sagu dalam negeri, peningkatan mutu produk industri pengolahan sagu, meningkatkan kerjasama internasional dalam rangka peningkatan investasi dan perdagangan ekspor, meningkatkan kemampuan industri mesin dan peralatan pengolahan sagu, pengembangan teknologi pengolahan yang lebih maju dan efisien, serta, meningkatkan kompetensi SDM," terangnya.

    Sementara sejumlah permasalahan yangmasih dihadapi, tambah Murod yakni masa panen sagu lama (usia 8 tahun-10 tahun), sehingga perlu dicari sumber pendapatan lain petani sagu menjelang sagu dipanen (hal ini mendorong terjadinya ijon di beberapa daerah), sebagian hutan sagu sudah tidak produktif, karena sudah melewati masa tebang (khususnya hutan sagu di Papua dan Papua Barat), produktivitas per hectare tanaman sagu pertahun masih bervariasi berkisar antara 10 - 40 ton/ ha/ tahun, rantai pasok dan distribusi produk sagu masih mengalami hambatan terutama keterbatasan infrastruktur.

    "Kemudian dibidang produksi, masih terbatasnya research & development untuk diversifikasi produk olahan sagu, industri pengolahan sagu saat ini masih didominasi oleh produk setengah jadi berupa pati sagu dan produk panganan sagu dalam skala rumah tangga/ industri kecil menengah, harga tual sagu yang fluktuatif, bahkan di Papua/ Papua Barat harganya masih sangat rendah, dan Kapasitas produksi industri olahan sagu masih rendah," sebutnya.

    Persoalan dibidang pemasaran sendiri tambah Murod masih terjadi monopoli pasar oleh kalangan tertentu yang menyebabkan nilai tawar petani rendah, ekspor produk sagu saat ini sebagian besar masih berupa pati sagu, belum adanya regulasi yang mendukung kemudahan ekspor bagi daerah penghasil sagu, dan belum optimalnya peran lembaga yang mengendalikan pemasaran dan distribusi sagu.

    "Persoalan dibidang infrastruktur meliputi masih terbatasnya pasokan listrik, sarana jalan, transportasi, telekomunikasi, pelabuhan, air bersih, pergudangan di wilayah pengembangan (Riau, Papua, Papua Barat dan Maluku)," ujarnya.

    Isu strategis yang dapat dijadikan landasan pengembangan sagu nasional sendiri rincinya yakni pemenuhan pangan sebagai kebutuhan pokok penduduk, ketergantungan yang tinggi terhadap beras (dipenuhi dengan impor), sagu memiliki banyak manfaat (Pangan, bahan baku industri farmasi, kosmetik, bio etanol, dan pakan ternak), potensi sagu sangat luas dan belum optimal pemanfaatannya yang besar di Indonesia, peluang pangsa pasar baik lokal maupun internasional, kebutuhan impor gula, gandum, dan beras yang tinggi (bisa didistribusi dengan sagu),  kandungan nutrisi sagu yang baik untuk kesehatan, sagu sebagai pengaman lingkungan (ketersediaan air tanah, kebakaran hutan, dan subsiden gambut), masih rendahnya perekonomian masyarakat didaerah sentra penghasil sagu dan peluang industri produk turunan pati sagu

    "Untuk sasaran pengembangan sagu bisa dilakukan dengan jangka pendek (tahunan) berupa perlindungan petani sagu (akibat lama masa panen dan mencegah ijon), perubahan paradigma hutan sagu menjadi perkebunan sagu, penyusunan Grand design pengelolaan sagu, penguatan networking dan kelembagaan pengelolaan sagu, penguatan regulasi, penguatan SDMa pengelola sagu. Jangka menengah (5 tahun) meliputi, kemandirian pangan skala lokal, peningkatan produksi pati sagu dari 10-15 ton/ha/tahun menjadi 30-40 ton/ha/tahun, peningkatan kualitas SDM Petani dan industri kecil dan menengah, peningkatan infrastruktur dasar; penerapan teknologi pengolahan sagu, mendorong industri rumah tangga penghasil produk turunan sagu, pengembangan pati sagu untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri sebagai substitusi beras,  mendorong terbentuknya klaster industri pengolahan sagu di sentra penghasil sagu nasional, dan pengembangan akses pasar, promosi dan investasi berbasis teknologi informasi. Dan pengembangan sagu jangka panjang  untuk kemandirian pangan nasional, memperluas pengembangan produk akhir, mendorong terbentuknya center of excellence sagu (museum, laboratorium alam sagu, ekowisata, budaya dan kuliner), penguasaan pasar, pemantapan industri berkelanjutan, dan integrasi industri turunan sagu pada daerah penghasil sagu.

    Sedangkan program dan rencana aksi yang bisa dilakukan dalam jangka pendek yaitu melanjutkan pembinaan dan sosialisasi budidaya tanaman sagu, Focus group discussion pengembangan sagu, pemetaan potensi dan permasalahan pengembangan sagu, penghapusan Perda/ aturan yang menghambat pengembangan industri, memperluas akses petani pada jaring pemasaran daring, stimulus ekonomi untuk pertanian dan pedesaan, skema perlindungan dan jaring pengaman sosial. Untuk jangka menengah dapat dilakukan dengan melanjutkan pembinaan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas bahan baku pati sagu melalui penanaman bibit unggul dan perluasan lahan, kebijakan logistik dan rantai pasok pangan dengan melibatkan BUMN pangan, koperasi dan swasta nasional. "Sistem logistik baru ini perlu inovasi berbasis teknologi 4.0, produk substitusi impor seperti mi berbahan baku pati sagu, beras analog sagu dan gula sagu, penyempurnaan sistem data dan informasi serta pelaksanaan monitoring dan evaluasi secara berkala, reformasi agraria sebagai pra syarat kemandirian pangan dalam bentuk land reform dan acces reform, mempercepat regenerasi petani melalui petani milenial, pengembangan industri berbasis pati sagu melalui promosi investasi dan fasilitas untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu atau daerah tertentu, memperkuat kelembagaan industri baik hulu, antara hingga hilir sehingga ada konektivitas/ sinergisitas antar industri, melanjutkan program-program peningkatan kompetensi SDM pelaku industri, menjalin kerjasama research & development antara lembaga penelitian, perguruan tinggi dan industri, mendorong peran lembaga keuangan dalam penyediaan layanan kredit dan permodalan dengan suku bunga rendah, pengembangan infrastruktur dasar; dan pengembangan industri mesin peralatan," rincinya.

    Untuk jangka panjang (10 tahun), program dan rencana aksi bisa dilakukan dengan diversifikasi produk olahan pati sagu yang bernilai tambah tinggi, inovasi produk dan teknologi melalui peningkatan research & development, pembangunan sekolah vokasi berbasis entrepreneurship, penguatan linkage antara industri kecil menengah dengan industri besar dalam rangka alih teknologi, mendorong kegiatan penelitian pasar (Market research) guna mencari orientasi dan sasaran pasar yang baru dan bernilai tambah tinggi, pemenuhan pasar di dalam negeri dan perluasan pasar ekspor, penyediaan fasilitas promosi dan pemasaran, pengembangan teknologi proses yang efisien dan berwawasan lingkungan (pemanfaatan ampas dan kulit sagu), dan penerapan manajemen penanganan dampak keselamatan, keamanan, kesehatan lingkungan hidup (K3L) di lingkungan industri pati sagu.

    "Untuk pembiayaannya sendiri bisa dilakukan melalui dana pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten, perbankan, investasi penanaman modal asing dan dalam negeri dan pembiayaan dari REDD atau perdagangan karbon," kata Kepala Bappeda Meranti tersebut.

    Dengan pengembangan sagu secara nasional tersebut Murood meyakini akan mendorong peningkatan di Meranti. Terutama, peningkatan ekonomi masyarakat. Ahmad

  • No Comment to " Pemerintah, Swasta dan Forum Sagu Harus Bergandengan Tangan "

INFO PEMASANGAN IKLAN HUB 0812 6670 0070 / 0811 7673 35, Email:koranriau.iklan@gmail.com yLx3F0.jpg