KORANRIAU.co, PEKANBARU- Sidang dugaan korupsi kredit fiktif Bank Riau Kepri (BRK) Kantor Cabang Pembantu (Capem) Dalu-Dalu, Kabupaten Rokan Hulu, dengan kerugian negara sebesar Rp32 miliar, kembali digelar Selasa (20/8/19) di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Jaksa peuntut umum (JPU) Faisal SH dan Herdianto SH dari Kejari Rohul menghadirkan 9 orang saksi dihadapan majelis hakim yang dipimpin Saut Maruli Tua Pasaribu SH. Saksi terdiri dari 8 debitur dan 1 saksi atas nama Ismanto, yang mencari calon debitur.
Para saksi ini memberikan keterangan untuk empat terdakwa Ardinol Amir selaku mantan Kepala Bank Riau-Kepulauan Riau (BRK) Capem Dalu-Dalu), Zaiful Yusri, Syafrizal dan Heri Aulia (ketiganya sebagai analis kredit).
Kepada hakim, saksi Rudi Loho mengatakan, awalnya Nogleng orang 'suruhannya' terdakwa Ardinol datang meminta KTP dan KK. Ketika itu, Nogleng beralasan akan ada pembagian kebun plasma.
Untuk mendapatkan kebun plasma itu, maka saksi diminta untuk melengkapi persyaratan administrasi tadi. Bahkan saksi lainnya, seperti Saripudin, Nasrun, Haryono, Astri Tamba, Sarinah, justru diimingi Nogleng bakal dapat bantuan dana.
Namun alangkah kagetnya mereka, ternyata persyaratan KTP dan KK itu digunakan untuk peminjaman kredit."Padahal, kami tidak pernah mengajukannya,"sebut Rudi.
Lalu JPU menanyakan kapan taunya saksi jika nama mereka dicatut untuk pengajuan kredit ke BRK Capem Dalu-Dalu itu, Rudi mengaku setelah pihak bank datang untuk menagih angsurannya. Saksi pun terkejut saat ditagih.
"Tiba-tiba datang saja tagihan angsuran dari bank ke rumah Pak,tentu kami terkejut. Sementara kami tidak tau dan tidak pernah menerima uangnya,"terangnya, yang juga dibenarkan oleh saksi lainnya.
Sementara saksi Ismanto selaku pencari debitur mengatakan, dia disuruh oleh Sumardi Ketua Koperasi Mitra Makmur, untuk mengumpulkan KTP dan KK anggota."Saya dapat lima debitur Pak,"katanya.
Sama halnya dengan Nogleng, Ismanto mengimingi akan mendapatkan kebun plasma kepada calon debitur. Lalu KTP dan KK kelima debitur itu diserahkannya ke Sumardi. Ternyata nama-nama kelima anggota itu digunakan untuk peminjaman kredit ke BRK Dalu-Dalu.
Dugaan korupsi yang dilakukan para terdakwa terjadi dalam rentang waktu 2010 hingga 2014. Dimana penyaluran kredit yang diduga fiktif itu, berupa kredit umum perorangan yang dicairkan sekitar Rp43 miliar kepada 110 orang debitur.
Mayoritas para debitur itu hanya dipakai nama dengan meminjam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK). Sejumlah debitur ada yang dijanjikan plasma atau pola kerjasama dalam pembentukan kebun kelapa sawit. Hal itu dilakukan karena ada hubungan baik antara debitur dengan Pimpinan BRK Cabang Dalu-dalu saat itu.
Namun Kenyataannya, para debitur tidak menerima pencairan kredit. Mereka hanya menerima sekitar Rp100 ribu hingga Rp500 ribu karena telah meminjamkan KTP dan KK guna pencairan kredit. Kuat dugaan ada oknum BRK yang menggunakan nama para debitur untuk pengajuan kredit.
Belakangan diketahui kredit itu macet. Saat pihak bank melakukan penagihan, baru diketahui bahwa sebagian besar debitur tidak pernah mengajukan dan menerima pencairan kredit.
Akibat penyimpangan dalam penyaluran kredit tersebut, keempat terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. nor

No Comment to " Sidang Kredit Fiktif BRK Rp32 Miliar, Saksi Kaget Namanya Dicatut "