• Pelesir Serba Legendaris di Cikini

    E d i t o r: redkoranriaudotco
    Published: Minggu, 03 Oktober 2021
    A- A+


    KORANRIAU.co-Suasana pagi masih terasa di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, saat saya menginjakkan kaki di sana pada Senin (27/9) untuk menjajal wisata sejarah dan wisata kuliner.


    Cikini merupakan salah satu kawasan yang digadang menjadi destinasi urban tourism (wisata perkotaan) di DKI Jakarta, bersama Kota Tua, Pecinan, Menteng, Pasar Baru, Pantai Indah Kapuk, Pluit, Jatinegara, Blok M, dan Senayan.


    Kalau ditanya soal Cikini, ingatan saya langsung tertuju pada patung yang bertengger bundaran jalanan dekat Stasiun Gambir. Patung tersebut berwujud perempuan yang menyodorkan semacam piring, dan pria yang hendak mengambil sesuatu dari piring itu.


    Patung itu dikenal sebagai Patung Pahlawan atau Tugu Tani, salah satu ikon Jakarta karya pematung asal Uni Soviet (Rusia kala itu), Matvey Manizer dan Ossip Manizer.


    Konon, ide pembuatan patung itu didapat ketika Manizer datang ke Indonesia tahun 1960. Saat itu, Manizer mendengarkan cerita seorang ibu yang mengatakan kalau anaknya ikut berjuang melawan penjajah di Indonesia.


    Manizer tersentuh dengan tutur sang ibunda yang amat mendukung buah hatinya. Setelah pulang ke Rusia, pada tahun yang sama, ia lalu membuat patung dengan bahan perunggu. Patung itu dikirim ke Jakarta tahun 1993 sebagai hadiah dan bentuk persahabatan Indonesia dan Rusia.


    Saat ini, patung bersejarah itu masih bisa dilihat di tengah riuhnya silang jalan menuju ke arah Gambir, Senen, Kebon Sirih, dan Cikini. Berdiri tegar dan setia, seperti kasih sayang ibu kepada anaknya.


    Sarapan di Bubur HR Sulaeman


    Selintas menikmati pemandangan Tugu Tani, saya bergegas ke kedai bubur HR Sulaeman untuk mengisi perut yang kosong. Bubur ini juga dikenal dengan Bubur Cikini (Burcik). Bubur legendaris yang sudah ada sejak tahun 1960-an dibuat oleh pria bernama Sulaeman.


    Awalnya, Burcik ini tidak dijual di kedai, melainkan di gerobak. Namun, seiring berjalannya waktu, bubur racikan Sulaeman itu makin banyak penggemarnya. Bisnis kulinernya itu lantas semakin berkembang, hingga ia bisa membeli sebuah kedai untuk berjualan.


    Bukan cuma legendaris, rasa bubur legendaris itu tak bisa dipungkiri kenikmatannya. Saat semangkuk bubur mendarat di meja, aroma gurih langsung tercium.


    Rasa buburnya original, tidak ada rasa penyedap rasa berlebihan. Suiran ayam dan cakue yang memberi rasa guruh pada tiap sendoknya. Di bawah tumpukan bubur, tersembunyi telur setengah matang. Kenikmatan semangkuk bubur ini dilengkapi dengan tumpukan emping.


    Menu Bubur Telur ini dihargai Rp29 ribu per porsi. Selain bubur telur, ada juga bubur Cikini dan Bubur Putih.


    Cuci mata di pasar


    Bubur sudah di perut, saya jadi punya tenaga lagi untuk berkeliling di kawasan Cikini pagi itu. Sayangnya, Taman Ismail Marzuki masih ditutup karena proyek revitalisasi dan aturan PPKM. Padahal di sana ada banyak tempat wisata bersejarah, mulai dari Graha Bakti Budaya, Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, sampai Planetarium. Begitu juga dengan dengan Museum Joang 45 yang berada tak jauh dengannya.


    Jadilah iseng berjalan kaki ke arah Pasar Bunga Cikini. Jaraknya sekitar 130 meter dari kedai Bubur HR Sulaeman.


    Warga menyebut area ini Pasar Kembang. Luasnya hingga ke bawah Stasiun Cikini. Lapak yang dibuka biasanya merupakan bisnis keluarga turun temurun.


    Semerbak harum dan warna bunga menyegarkan hidung dan mata saya. Tapi nampaknya pandemi virus corona tak membuat banyak lapak terlihat sibuk. Kalaupun ada, berarti sedang ada pesanan karangan bunga "Turut Berduka Cita".


    Tak jauh dari Pasar Kembang, saya kembali melanjutkan ke Pasar Cikini Ampiun, area berdagang sembako sampai emas andalan warga Jakarta Pusat selain Pasar Tanah Abang yang sudah eksis sejak tahun 1962.


    Meski sama-sama pasar, Pasar Cikini Ampiun berbentuk gedung dengan enam lantai. Sebelum direnovasi, pasar ini hanya terdiri dari dua lantai.


    Pasangan yang hendak melangsungkan lamaran atau pernikahan pasti sudah tak asing lagi dengan pasar ini. Segala pernak-pernik pesta bisa dibeli, mulai dari keranjang seserahan sampai cincin kawin.


    Sama seperti Pasar Kembang, geliat bisnis di sini juga terlihat lesu hari itu. Kemungkinan karena PPKM membuat resepsi pernikahan tak lagi digelar besar-besaran, sehingga pernak-pernik pesta belum lagi jadi kebutuhan utama untuk meresmikan ikatan cinta.cnnindonesia/nor


    Subjects:

    Edukasi
  • No Comment to " Pelesir Serba Legendaris di Cikini "

INFO PEMASANGAN IKLAN HUB 0812 6670 0070 / 0811 7673 35, Email:koranriau.iklan@gmail.com yLx3F0.jpg