• Melihat Pengolahan Tepung Sagu Terbaik di Indonesia

    E d i t o r: redkoranriaudotco
    Published: Rabu, 15 Juli 2020
    A- A+

    KORANRIAU.co,MERANTI-Kilang Sagu Harapan yang berada di jalan Tasik Nambus, Desa Tanjung Darul Takzim, Kecamatan Tebingtinggi Barat sudah mulai beroperasi sejak Tahun 1989. Awalnya kilang tersebut dibangun atas bantuan Dinas Perindustrian, dan Perdagangan Provinsi Riau. Kini, Kilang Sagu Harapan tumbuh menjadi salah satu kilang terbesar dan terbaik yang dikelola masyarakat.

    PERTAMA kali, Kilang Sagu Harapan dikelola oleh H Muchtar Muhammad yang saat itu menjabat sebagai Kades di Desa Lalang Tanjung.  Tidak hanya dirinya saja yang mendapatkan bantuan kilang sagu, tetapi ada sekitar 5 sampai 6 masyarakat lainnya. Namun hanya Kilang Sagu Harapan saja yang memproduksi tepung. Sementara yang lain hanya sampai tahapan sagu basah.

    “Jadi Kilang Sagu Harapan yang saat itu masih dikelola orang tua kami menjadi penampung sagu basah bagi 5-6 kilang sagu lainnya untuk dijadikan tepung,” ungkap Pemilik Kilang Sagu Harapan, Amiruddin, Jum’at (10/7/2020).

    Ia menceritakan bahwa proses sagu basah menjadi tepung dilakukan secara manual atau dijemur dengan mengandalkan sinar matahari. Berkat konsistensi selama beberapa tahun, akhirnya pada Tahun 1996 Kilang Sagu Harapan mendapatkan penghargaan Upakarti dari Kementrian Perindustrian dan Perdagangan. Penyerahan tropy penghargaan tersebut dilakukan langsung oleh Presiden Soeharto (alm) kepada H Muchtar Muhammad (alm).

    Untuk diketahui, Penghargaan Upakarti adalah penghargaan di bidang perindustrian yang diberikan kepada pihak yang berprestasi, berjasa, dan aktif melakukan pembangunan dan/atau pemberdayaan industri kecil dan industri menengah.

    “Saya saat itu mendampingi orang tua saja untuk menerima penghargaan itu. Penghargaan itu kami terima setelah dianggap berhasil sebagai pelopor untuk pengelolaan kilang sagu,” kata Amir.

    Dia menceritakan bahwa pernah dipesankan oleh pejabat di Disperindag Riau agar bisa menjadi estafet selanjutnya untuk mengelola kilang sagu tersebut. Karena banyak kilang sagu tutup setelah berganti generasi.

    “Saya ingat betul bahwa dipesankan agar bisa membantu orang tua kami melanjutkan pengelolaan kilang sagu ini.  Dan setelah beberapa bulan mendapatkan penghargaan tersebut, orang tua kami meninggal, dan ini menjadi tantangan bagi saya untuk bisa tetap menjalankan kilang sagu ini,” ucapnya.

    Karena menurutnya sangat banyak kilang sagu, ketika dikelola oleh generasi selanjutnya, berakhir bangkrut dan tutup. Tentunya hal itu menjadi mitos yang harus bisa dipecahkan.

    “Memang benar, 6 kilang sagu yang menopang kami saat itu semuanya tutup setelah dikelola generasi selanjutnya. Namun karena kegigihan dan kerjakeras serta bantuan seluruh saudara, akhirnya kilang sagu ini tetap bertahan dan bisa mengikuti perkembangan teknologi,” ucapnya.

    Menyadari beratnya tantangan yang dihadapinya, Amir terus belajar dan berusaha bagaimana cara mengelola usaha kilang sagu tersebut. “Umumnya banyak yang berhasil mengelola kilang sagu adalah warga etnis toing hoa. Sementara warga pribumi sangat sulit,” ujarnya.

    500 Hakter Kebun Sagu

    Agar usaha kilang sagunya bisa terus bertahan, Amir mengaku tak terlepas dari adanya kebun sagu keluarga. Setidaknya ada seluas 500 hektar kebun sagu yang saat ini menyuplai bahan baku ke Kilang Sagu Harapan miliknya. Dimana 300 hektar sudah jadi dan siap panen setiap saat.

    “500 hektar itu merupakan kebun sagu keluarga. Kami tetap membeli dan membayar sesuai dengan harga pasaran,” sebutnya.

    Walaupun begitu, sagu masyarakat sekitar yang dijual kepadanya juga akan dibeli. Apalagi jika harganya cocok.

    Untuk satu tual sagu memiliki harga tertinggi Rp 40 ribu. Sementara dalam satu batang sagu bisa dijadikan 8-10 tual. Artinya satu batang sagu dihargai mulai dari Rp 320 ribu, hingga Rp 400 ribu.

    “Kita juga beli sagu masyarakat yang dijual kepada kita. Tapi tidak banyak.” Akunya.

    Menurutnya kualitas tepung sagu yang dihasilkan oleh kilangnya tak terlepas dari kualitas dari sagu itu sendiri. Karena semakin baik kualitas batang, sagu, semakin baik juga kualitas tepung itu sendiri.

    “Kalau sagunya sudah terlalu tinggi dan tidak ada pelepah lagi, maka kurang bagus dan saripatinya sedikit. Apalagi sagu yang sudah terbakar, hasilnya juga tidak maksimal,” kata dia.

    Dalam sehari, Kilang Sagu Harapan membutuhkan sedikitnya 500 tual sagu. Sehingga kilangnya bisa terus beroperasi dan menghasilkan tepung.

    “Untuk bahan baku, sejaun ini tidak ada masalah dan masih bisa terpenuhi dengan baik,” ucapnya.

    Repu Masih Menjadi Persoalan

    Sejauh ini, kendala dalam menjalankan operasional Kilang Sagu Harapan ada pada repu (ampas dari hasil pemisahan saripati). Saat ini, repu masih dibuang dan dikumpulkan disamping kilang tersebut. Bahkan luasnya lebih dari lima kali lapangan bola.

    Kini repu tersebut sengaja dikumpulkan dan menunggu pihak ketiga untuk bisa mengolahnya. Karena repu ini bisa dijadikan pupuk dan juga pakan ternak.

    “Untuk repu ini katanya bisa diolah menjadi pupuk dan pakan ternak. Kita membutuhkan pihak ketiga,” ujar Amiruddin.

    Diakui Amir sudah ada pihak ketiga yang berniat mengolah repu yang dihasilkan dari kilang sagunya untuk dijadikan pakan ternak. Namun masih belum berjalan.

    “Sudah ada pihak ketiga yang ingin mengelola repu yang kami hasilkan. Bahkan peralatannya sudah ada ditempat kami. Tapi tak tau juga kenapa masih belum berjalan. Padahal kita sudah kumpulkan disatu tempat yang luas untuk memudahkan mereka mengelola repu tersebut,” terangnya.

    Amir menyebutkan hingga kini persoalan kilang sagu adalah masalah repu tersebut. Memang menurutnya harus ada kajian dan penelitian yang pasti untuk pengolahan repu. Sehingga bisa dimanfaatkan dan menjadi nilai ekonomis.Achmad

    Subjects:

    Edukasi
  • No Comment to " Melihat Pengolahan Tepung Sagu Terbaik di Indonesia "

INFO PEMASANGAN IKLAN HUB 0812 6670 0070 / 0811 7673 35, Email:koranriau.iklan@gmail.com yLx3F0.jpg