• Idul Fitri, Momentum Introspeksi Elite Politik Urai Kekusutan Bernegara

    E d i t o r: redkoranriaudotco
    Published: Senin, 15 April 2024
    A- A+


     

    KORANRIAU.co- Menyambut perayaan Idul Fitri 1445 Hijriyah, semua elemen bangsa terutama Presiden Joko Widodo (Jokowi) diajak untuk mengambil hikmah semangat halalbihalal yang pernah dipraktikkan kali pertama oleh Presiden Soekarno di Istana Negara pada 1948.

    Penyelenggaraan halalbihalal tersebut awalnya dilaksanakan atas saran tokoh Nahdlatul Ulama KH Wahab Hasbullah, dengan tujuan meredam konflik di antara elite politik yang sudah mengancam keutuhan bangsa waktu itu.

    Momentum halalbihalal waktu itu mampu menyelamatkan keutuhan Negara Republik Indonesia yang baru berusia tiga tahun dari konflik elit politik yang mulai merebak.

    Para tokoh politik yang berseteru saat itu duduk satu meja. Dari situ mereka sadar konflik hanya akan membubarkan republik yang sudah mereka perjuangkan dengan darah dan nyawa. Dari halalbihalal itulah mereka saling intropeksi diri dan saling memaafkan demi keselamatan dan kemajuan bangsa di masa depan.

    Secara harfiah dalam kamus Bahasa Arab "Al-Munjid Fil-Lughah wal-A'laam", kata "halal" berasal dari kata "halla" dalam bahasa Arab dengan tiga kandungan makna, yaitu hallal al-'uqdata (mengurai benang kusut); halla al-makaan (menempati atau mengendapkan); dan halla as-syai (yakni halalnya sesuatu).

    Dari ketiga makna itu kita dapat menarik kesimpulan makna halal bihalal berarti bahwa kekusutan, kekeruhan atau kesalahan yang selama ini telah terjadi dapat dihalalkan kembali tentu setelah kita melakukan introspeksi diri atas kesalahan yang telah kita perbuat dan berkomitmen untuk tidak mengulanginya kembali. Setelah saling maaf-memaafkan, semua kesalahan dianggap melebur, hilang, dan kembali normal seperti sebelumnya.

    Dalam konteks Idul Fitri 1445 H tahun ini, memaknai halalbihalal dapat dimulai dari seorang Kepala Negara seperti Presiden Jokowi. Makna kata halal bihalal seperti hallal al-'uqdata (mengurai benang kusut), hall al makaan (mengendapkan sesuatu atau menempati sebuah tempat) dan halla as-syai (halalnya sesuatu) sangat tepat menggambarkan posisi Presiden Jokowi saat ini.

    Salah satu penyebab benang kusut pelaksanaan Pemilu Presiden 2024 adalah dugaan ketidaknetralan Presiden Joko Widodo akibat telah menyertakan putranya Gibran Rakabuming Raka, sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) melalui keputusan Mahkamah Konstitusi yang telah terbukti cacat etik tersebut.

    Tindakan itu telah menjadikan Presiden ke-7 Republik Indonesia itu bukan lagi seorang Kepala Negara yang mampu mengayomi segenap bangsa termasuk terhadap semua kontestan pemilu dan membuat masa depan demokrasi di Indonesia menjadi suram dan kusut.

    Lalu spirit halalbihalal berikutnya yang seyogyanya ditangkap Presiden Jokowi adalah melakukan introspeksi dan mempertanyakan dirinya sendiri.

    "Sudah benarkah semua tindakan saya kepada bangsa dan negara yang saya pimpin?"

    Jika dari hasil introspeksi itu hati kecilnya mengatakan bahwa ucapan dan tindakannya terkait pelaksanaan demokrasi bangsa adalah salah dan tidak baik bagi masa depan bangsa, maka sudah semestinya segera memperbaikinya dan mulai mengendapkan air yang keruh akibat dugaan intervensinya dalam pilpres yang baru lalu.

    Untuk menghalalkan semua kesalahannya tentu Presiden Jokowi harus menyampaikan pernyataan maaf kepada bangsa Indonesia. Namun, pernyataan maaf tersebut tidak harus diucapkan secara lisan yang bisa saja dianggap dapat menurunkan wibawa seorang presiden, apalagi dalam sebuah forum silaturahmi halalbihalal.

    Presiden Jokowi cukup dengan memperbaiki kesalahannya dengan memastikan tidak akan melakukan intervensi apapun lagi kepada Mahkamah Konstitusi dalam proses gugatan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang saat ini sedang berlangsung prosesnya.

    Selain itu, berbagai praktik dugaan keterlibatan aparatur negara dalam politik praktis seperti yang terjadi dalam Pilpres 2024 agar lebih dipastikan tidak terjadi dalam pelaksanaan pilkada serentak November 2024 mendatang.

    Biarkan MK bekerja secara bebas dan merdeka sesuai amanat UUD NRI 1945 dan biarkan Pilkada serentak berjalan secara langsung, umum, bebas dan rahasia sesuai perintah undang-undang.

    Jika Presiden Jokowi mampu melakukan hal-hal di atas dalam rangka memberi makna spirit Idul Fitri 1445 H, benang kusut bernegara khususnya dalam pelaksanaan demokrasi akan mulai dapat terurai dan segenap rakyat akan kembali punya harapan dan kepercayaan terhadap pemimpinnya. Negara dan bangsa yang luas dan besar serta beragam penduduknya ini pun akan dapat dijaga keselamatan dan kelestariannya sesuai amanat para pendiri bangsa.

    Idulfitri dengan segenap nilai nilai kesuciannya idealnya kita jadikan momentum bersama untuk saling introspeksi dalam memperbaiki kehidupan kemanusiaan, kemasyarakatan dan kenegaraan.

    Selamat Idul Fitri 1445 H, mohon maaf lahir dan batin.

    Oleh: Ahmad Basarah, Wakil Ketua MPR RI/Ketua DPP PDI Perjuangan

    Detik/nor

    Subjects:

    Kolom
  • No Comment to " Idul Fitri, Momentum Introspeksi Elite Politik Urai Kekusutan Bernegara "

INFO PEMASANGAN IKLAN HUB 0812 6670 0070 / 0811 7673 35, Email:koranriau.iklan@gmail.com yLx3F0.jpg