KORANRIAU.co-
Menyambut perayaan Idul Fitri 1445 Hijriyah, semua elemen bangsa terutama
Presiden Joko Widodo (Jokowi) diajak untuk mengambil hikmah semangat
halalbihalal yang pernah dipraktikkan kali pertama oleh Presiden Soekarno di
Istana Negara pada 1948.
Penyelenggaraan halalbihalal tersebut awalnya dilaksanakan
atas saran tokoh Nahdlatul Ulama KH Wahab Hasbullah, dengan tujuan meredam
konflik di antara elite politik yang sudah mengancam keutuhan bangsa waktu itu.
Momentum halalbihalal waktu itu mampu
menyelamatkan keutuhan Negara Republik Indonesia yang baru berusia tiga tahun
dari konflik elit politik yang mulai merebak.
Para tokoh politik yang berseteru saat itu duduk
satu meja. Dari situ mereka sadar konflik hanya akan membubarkan republik yang
sudah mereka perjuangkan dengan darah dan nyawa. Dari halalbihalal itulah
mereka saling intropeksi diri dan saling memaafkan demi keselamatan dan
kemajuan bangsa di masa depan.
Secara harfiah dalam kamus Bahasa Arab
"Al-Munjid Fil-Lughah wal-A'laam", kata "halal" berasal
dari kata "halla" dalam bahasa Arab dengan tiga kandungan makna,
yaitu hallal al-'uqdata (mengurai benang kusut); halla al-makaan (menempati
atau mengendapkan); dan halla as-syai (yakni halalnya sesuatu).
Dari ketiga makna itu kita dapat menarik
kesimpulan makna halal bihalal berarti bahwa kekusutan, kekeruhan atau
kesalahan yang selama ini telah terjadi dapat dihalalkan kembali tentu setelah
kita melakukan introspeksi diri atas kesalahan yang telah kita perbuat dan
berkomitmen untuk tidak mengulanginya kembali. Setelah saling maaf-memaafkan,
semua kesalahan dianggap melebur, hilang, dan kembali normal seperti sebelumnya.
Dalam konteks Idul Fitri 1445 H tahun ini,
memaknai halalbihalal dapat dimulai dari seorang Kepala Negara seperti Presiden
Jokowi. Makna kata halal bihalal seperti hallal al-'uqdata (mengurai benang
kusut), hall al makaan (mengendapkan sesuatu atau menempati sebuah tempat) dan
halla as-syai (halalnya sesuatu) sangat tepat menggambarkan posisi Presiden
Jokowi saat ini.
Salah satu penyebab benang kusut pelaksanaan
Pemilu Presiden 2024 adalah dugaan ketidaknetralan Presiden Joko Widodo akibat
telah menyertakan putranya Gibran Rakabuming Raka, sebagai Calon Wakil Presiden
(Cawapres) melalui keputusan Mahkamah Konstitusi yang telah terbukti cacat etik
tersebut.
Tindakan itu telah menjadikan Presiden ke-7
Republik Indonesia itu bukan lagi seorang Kepala Negara yang mampu mengayomi
segenap bangsa termasuk terhadap semua kontestan pemilu dan membuat masa depan
demokrasi di Indonesia menjadi suram dan kusut.
Lalu spirit halalbihalal berikutnya yang
seyogyanya ditangkap Presiden Jokowi adalah melakukan introspeksi dan mempertanyakan
dirinya sendiri.
"Sudah benarkah semua tindakan saya kepada
bangsa dan negara yang saya pimpin?"
Jika dari hasil introspeksi itu hati kecilnya
mengatakan bahwa ucapan dan tindakannya terkait pelaksanaan demokrasi bangsa
adalah salah dan tidak baik bagi masa depan bangsa, maka sudah semestinya
segera memperbaikinya dan mulai mengendapkan air yang keruh akibat dugaan
intervensinya dalam pilpres yang baru lalu.
Untuk menghalalkan semua kesalahannya tentu
Presiden Jokowi harus menyampaikan pernyataan maaf kepada bangsa Indonesia.
Namun, pernyataan maaf tersebut tidak harus diucapkan secara lisan yang bisa
saja dianggap dapat menurunkan wibawa seorang presiden, apalagi dalam sebuah
forum silaturahmi halalbihalal.
Presiden Jokowi cukup dengan memperbaiki
kesalahannya dengan memastikan tidak akan melakukan intervensi apapun lagi
kepada Mahkamah Konstitusi dalam proses gugatan sengketa Perselisihan Hasil
Pemilihan Umum (PHPU) yang saat ini sedang berlangsung prosesnya.
Selain itu, berbagai praktik dugaan keterlibatan
aparatur negara dalam politik praktis seperti yang terjadi dalam Pilpres 2024
agar lebih dipastikan tidak terjadi dalam pelaksanaan pilkada serentak November
2024 mendatang.
Biarkan MK bekerja secara bebas dan merdeka sesuai
amanat UUD NRI 1945 dan biarkan Pilkada serentak berjalan secara langsung,
umum, bebas dan rahasia sesuai perintah undang-undang.
Jika Presiden Jokowi mampu melakukan hal-hal di
atas dalam rangka memberi makna spirit Idul Fitri 1445 H, benang kusut
bernegara khususnya dalam pelaksanaan demokrasi akan mulai dapat terurai dan
segenap rakyat akan kembali punya harapan dan kepercayaan terhadap pemimpinnya.
Negara dan bangsa yang luas dan besar serta beragam penduduknya ini pun akan
dapat dijaga keselamatan dan kelestariannya sesuai amanat para pendiri bangsa.
Idulfitri dengan segenap nilai nilai kesuciannya
idealnya kita jadikan momentum bersama untuk saling introspeksi dalam
memperbaiki kehidupan kemanusiaan, kemasyarakatan dan kenegaraan.
Selamat Idul Fitri 1445 H, mohon maaf lahir dan
batin.
Oleh: Ahmad Basarah, Wakil Ketua MPR RI/Ketua DPP PDI
Perjuangan
Detik/nor
No Comment to " Idul Fitri, Momentum Introspeksi Elite Politik Urai Kekusutan Bernegara "